Rabu, 08 Mei 2013

Hari Ibu



Hari Ibu adalah hari peringatan atau perayaan terhadap peran seorang ibu dalam keluarganya, baik untuk suami, anak-anak, maupun lingkungan sosialnya. Peringatan dan perayaan biasanya dilakukan dengan membebastugaskankan ibu dari tugas domestik yang sehari-hari dianggap merupakan kewajibannya, seperti memasak, merawat anak, dan urusan rumah tangga lainnya. Kalau Ayah mempunyai slogan yaitu Surganya Ibu di bawah kaki Ayah, tetapi slogan Ibu adalah Surganya Anak di bawah kaki Ibu.
Di Indonesia hari ini dirayakan pada tanggal 22 Desember dan ditetapkan sebagai perayaan nasional. Sementara di Amerika dan lebih dari 75 negara lain, seperti Australia, Kanada, Jerman, Italia, Jepang, Belanda, Malaysia, Singapura, Taiwan, dan Hong Kong, Hari Ibu atau Mother’s Day (dalam bahasa Inggris) dirayakan pada hari Minggu di pekan kedua bulan Mei. Di beberapa negara Eropa dan Timur Tengah, Hari Perempuan Internasional atau International Women's Day (dalam bahasa Inggris) diperingati setiap tanggal 8 Maret.

Sejarah
Hari Ibu di Indonesia
Sejarah Hari Ibu diawali dari bertemunya para pejuang wanita dengan mengadakan Kongres Perempuan Indonesia I pada 22-25 Desember 1928 di Yogyakarta, di gedung Dalem Jayadipuran yang sekarang berfungsi sebagai kantor Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional dan beralamatkan di Jl. Brigjen Katamso. Kongres dihadiri sekitar 30 organisasi perempuan dari 12 kota di Jawa dan Sumatera. Hasil dari kongres tersebut salah satunya adalah membentuk Kongres Perempuan yang kini dikenal sebagai Kongres Wanita Indonesia (Kowani).
Organisasi perempuan sendiri sudah ada sejak 1912, diilhami oleh perjuangan para pahlawan wanita abad ke-19 seperti Martha Christina Tiahahu, Cut Nyak Dhien, Tjoet Nyak Meutia, R.A. Kartini, Maria Walanda Maramis, Dewi Sartika, Nyai Ahmad Dahlan, dan lain-lain.
Peristiwa itu dianggap sebagai salah satu tonggak penting sejarah perjuangan kaum perempuan Indonesia. Pemimpin organisasi perempuan dari berbagai wilayah se-Nusantara berkumpul menyatukan pikiran dan semangat untuk berjuang menuju kemerdekaan dan perbaikan nasib kaum perempuan. Berbagai isu yang saat itu dipikirkan untuk digarap adalah persatuan perempuan Nusantara, pelibatan perempuan dalam perjuangan melawan kemerdekaan, pelibatan perempuan dalam berbagai aspek pembangunan bangsa, perdagangan anak-anak dan kaum perempuan, perbaikan gizi dan kesehatan bagi ibu dan balita, pernikahan usia dini bagi perempuan, dan sebagainya. Tanpa diwarnai gembar-gembor kesetaraan gender, para pejuang perempuan itu melakukan pemikiran kritis dan aneka upaya yang amat penting bagi kemajuan bangsa.
Penetapan tanggal 22 Desember sebagai perayaan Hari Ibu diputuskan dalam Kongres Perempuan Indonesia III pada tahun 1938. Peringatan 25 tahun Hari Ibu pada tahun 1953 dirayakan meriah di tak kurang dari 85 kota Indonesia, mulai dari Meulaboh sampai Ternate.
Presiden Soekarno menetapkan melalui Dekrit Presiden No. 316 tahun 1959 bahwa tanggal 22 Desember adalah Hari Ibu dan dirayakan secara nasional hingga kini.
Misi diperingatinya Hari Ibu pada awalnya lebih untuk mengenang semangat dan perjuangan para perempuan dalam upaya perbaikan kualitas bangsa ini. Dari situ pula tercermin semangat kaum perempuan dari berbagai latar belakang untuk bersatu dan bekerja bersama. Di Solo, misalnya, 25 tahun Hari Ibu dirayakan dengan membuat pasar amal yang hasilnya untuk membiayai Yayasan Kesejahteraan Buruh Wanita dan beasiswa untuk anak-anak perempuan. Pada waktu itu panitia Hari Ibu Solo juga mengadakan rapat umum yang mengeluarkan resolusi meminta pemerintah melakukan pengendalian harga, khususnya bahan-bahan makanan pokok. Pada tahun 1950-an, peringatan Hari Ibu mengambil bentuk pawai dan rapat umum yang menyuarakan kepentingan kaum perempuan secara langsung.
Satu momen penting bagi para wanita adalah untuk pertama kalinya wanita menjadi menteri adalah Maria Ulfah di tahun 1946. Sebelum kemerdekaan Kongres Perempuan ikut terlibat dalam pergerakan internasional dan perjuangan kemerdekaan itu sendiri. Tahun 1973 Kowani menjadi anggota penuh International Council of Women (ICW). ICW berkedudukan sebagai dewan konsultatif kategori satu terhadap Perserikatan Bangsa-bangsa.
Kini, Hari Ibu di Indonesia diperingati untuk mengungkapkan rasa sayang dan terima kasih kepada para ibu, memuji keibuan para ibu. Berbagai kegiatan pada peringatan itu merupakan kado istimewa, penyuntingan bunga, pesta kejutan bagi para ibu, aneka lomba masak dan berkebaya, atau membebaskan para ibu dari beban kegiatan domestik sehari-hari.

Mother's day
Peringatan Mother’s Day di sebagian negara Eropa dan Timur Tengah, yang mendapat pengaruh dari kebiasaan memuja Dewi Rhea, istri Dewa Kronos, dan ibu para dewa dalam sejarah Yunani kuno. Maka, di negara-negara tersebut, peringatan Mother’s Day jatuh pada bulan Maret.
Di Amerika Serikat dan lebih dari 75 negara lain, seperti Australia, Kanada, Jerman, Italia, Jepang, Belanda, Malaysia, Singapura, Taiwan, dan Hongkong, peringatan Mother’s Day jatuh pada hari Minggu kedua bulan Mei karena pada tanggal itu pada tahun 1870 aktivis sosial Julia Ward Howe mencanangkan pentingnya perempuan bersatu melawan perang saudara.

Hari (Perjuangan) Ibu
Hari Ibu bukanlah momen menyanjung peran domestik perempuan.
DI jejaring sosial Twitter, Facebook sampai siaran radio semua orang bicara soal hari Ibu yang diperingati pada 22 Desember. Ada yang mengucapkan selamat seraya menyanjung sang ibu atas jasa-jasa mereka melahirkan, merawat dan membesarkan anak-anaknya. "Happy mother′s day, I love you, Mom," kata seorang penelpon di salah satu stasiun radio. Sementara itu di Twitter, ucapan selamat hari Ibu datang silih berganti berhamburan memenuhi linimasa diselingi beberapa orang yang berkomentar bernada korektif terhadap salah kaprah peringatan hari Ibu di Indonesia. 
Memang benar, hari Ibu yang kerap diperingati pada 22 Desember setiap tahunnya agak salah sambung. Nyasar dari tujuan awalnya. Campur aduk dengan momen Mother’s Day di Amerika Serikat yang selalu diperingati pada 9 Mei setiap tahunnya. Mother’s Day di Amerika memang berbeda dengan hari Ibu di Indonesia. Awal mula peristiwanya pun berbeda. Di Amerika Mother’s Day selalu diperingati 9 Mei yang tak lain adalah tanggal meninggalnya Ann Jarvis, seorang ibu yang pada 1868 menginisiasi gerakan untuk menyatukan kembali keluarga-keluarga yang tercerai berai akibat perang saudara (Civil War) di Amerika. Setalah ia wafat, usahanya diteruskan oleh Anna Jarvis, anak perempuannya yang kemudian menetapkan tanggal kematian ibunya sebagai Mother’s Day di Amerika. 
Sementara itu di Indonesia, peringatan hari Ibu pada 22 Desember didasarkan pada penyelenggaraan Kongres Perempuan Indonesia pertama, 22–25  Desember 1928 di Yogyakarta. Penetapan tanggal peringatan hari Ibu itu dilakukan pada Kongres Perempuan Indonesia ketiga pada 23 – 28 Juli 1938 di Bandung. Kongres Perempuan Indonesia pertama dilakukan dalam suasana zaman kolonial yang mencengkeram kebebasan orang Indonesia untuk berekspresi dan menyatakan pendapat. Kongres itu pula tak bisa dilepaskan dari semangat kebangsaan yang baru saja digelorakan pada Kongres Pemuda kedua, 28 Oktober 1928 di Batavia. 
Faktor pendorong penyelenggaraan Kongres Perempuan Indonesia tak lain adalah kondisi kehidupan perempuan di Indonesia yang masih dikungkung budaya patriarkis yang berdiri di atas nilai-nilai feodal. Menurut sejarawan Saskia Eleonora Wieringa ada sejumlah organisasi perempuan yang terpenting ikut serta dalam kongres perempuan tersebut, antara lain Wanita Oetomo, Aisyah, Poetri Indonesia, Wanita Katolik, Wanito Moeljo, dan bagian-bagian perempuan di dalam Sarekat Islam, Jong Islamieten Bond dan Wanita Taman Siswa. Tiga tokoh perempuan penggagas pertemuan itu adalah Nyi. Hadjar Dewantara dari Wanita Taman Siswa, Ny. Soekonto dari Wanita Oetomo dan Sujatin Kartowijono dari Poetri Indonesia. 
Sujatin, salah seorang inisiator kongres tersebut menuturkan pengalamannya, “Perjuangan kemerdekaan dan perbaikan hak serta nasib wanita menjadi titik utama dalam hidupku sebagai orang muda... Di bulan Oktober 1928, tepatnya tanggal 28, diadakan Sumpah Pemuda... Pada saat itu pulalah timbul sebuah hasrat di antara kami kaum wanita muda, mengadakan sebuah pertemuan antar-wanita se-Indonesia demi persatuan nasional,” kata Sujatin kepada Hanna Rambe, penulis otobiografinya, Mencari Makna Hidupku.
Ada banyak masalah yang dibicarakan dalam kongres perempuan pertama itu, mulai dari pendidikan kaum perempuan, nasib anak yatim piatu dan janda, perkawinan anak-anak, reformasi undang-undang perkawinan Islam, pentingnya meningkatkan harga diri kaum perempuan sampai dengan kejahatan kawin paksa yang masih marak terjadi saat itu. Beberapa tokoh perempuan menyampaikan pandangannya masing-masing terhadap persoalan yang dihadapi kaum perempuan di Indonesia,  bahkan muncul gerakan anti-permaduan (baca: anti-poligami). Kongres Perempuan Indonesia pertama itu menghasilkan sejumlah resolusi dan membentuk Perikatan Perkumpulan Perempoean Indonesia.
Kehidupan kaum perempuan di Hindia Belanda pada era tahun 1920-an dirundung oleh sejumlah masalah yang cukup pelik. Tak banyak perempuan yang bisa menempuh pendidikan; kebanyakan dari mereka sudah dikawinkan selang beberapa saat setelah mengalami menstruasi pertama; tak punya kedudukan kuat untuk menggugat atas perlakuan sepihak dari kaum pria dalam soal kawin-cerai dan tak adanya aturan yang berpihak kepada mereka. 
Dalam surat-suratnya kepada Ny. Abendanon bisa diketahui bagaimana RA. Kartini menggugat praktik permaduan yang terjadi di kalangan priayi. Ironisnya, Kartini yang menggugat praktik permaduan dan perjodohan paksa itu pada akhirnya harus takluk kepada kehendak ayahnya yang menjodohkannya dengan K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat, bupati Rembang yang sudah beristri tiga. Surat-surat Kartini merupakan gambaran alam pikiran dan perasaannya yang diserap dari pengalaman dan kesaksiannya sebagai seorang perempuan Jawa-priayi yang hidup dalam kungkungan budaya patriarkis. Semangat Kartini itulah yang terus dinyalakan oleh kaum perempuan yang hidup sesudahnya, termasuk oleh mereka yang menyelenggarakan Kongres Perempuan Indonesia pertama, 22 Desember 1928.
Gerakan perempuan Indonesia pada kolonial sempat hampir pecah karena adanya perbedaan pandangan mengenai permaduan. Itu terjadi pada Kongres Perempuan Indonesia kedua, 20 – 24 Juli 1935 di Batavia, ketika Ratna Sari, dari Persatuan Muslim Indonesia (Permi) Sumatera Barat menyampaikan pidato yang bernada mendukung poligami, sesuai dengan syariat Islam. Kontan sikap Ratna itu menuai kontroversi. Suwarni Pringgodigdo dari perkumpulan Istri Sedar menentang pendapat Ratna. Suwarni bahkan memboikot jalannya sidang dengan menyatakan dirinya dan organisasi yang dipimpinnya keluar dari kongres. Namun hal itu akhirnya dapat dicegah setelah Maria Ulfah, tokoh perempuan utama lainnya, mengajukan usul agar pembahasan pendapat Ratna tidak diteruskan di dalam kongres. 
Dinamika gerakan perempuan makin menguat seiring makin bersatunya orientasi mereka terhadap persoalan-persoalan yang dihadapi perempuan. Perempuan tak lagi berdiam di dapur atau pasrah menerima nasib yang terjadi pada diri mereka. Sejumlah advokasi terhadap perempuan korban pertikaian rumah tangga dilakukan oleh organisasi-organisasi perempuan anggota kongres perempuan. Perempuan Indonesia, sejak 22 Desember 1928 memasuki ranah perjuangan politik praktis, sebuah wilayah yang sebelumnya tabu mereka masuki karena nilai-nilai tertentu di dalam masyarakat yang tak memungkinkan mereka bergerak aktif memperjuangkan hak-haknya. 
Peringatan hari Ibu 22 Desember kemudian ditetapkan perayaannya secara nasional melalui Dekrit Presiden Sukarno No. 316 tahun 1959. Banyak yang mengatakan bahwa penetapan tersebut merupakan upaya dari Sukarno untuk memperbaiki citranya di hadapan gerakan perempuan karena dia telah memadu Fatmawati dengan menikahi Hartini. Namun lebih dari itu, hari Ibu di Indonesia merupakan tonggak sejarah perjuangan kaum perempuan untuk merebut posisi yang lebih adil di dalam masyarakat. Maka, peringatan hari Ibu yang penuh haru-biru dengan segala puja-puji peran domestik ibu di dalam rumah sejatinya justru mendistorsi makna hari Ibu itu sendiri. Selamat hari ibu para perempuan pemberani!

Untuk Ibu di Hari Ibu
Coba kita renungkan makna dalam kalimat yang seringkali kita dengar ini " Surga berada di bawah telapak kaki ibu ", yup..betapa mulianya seorang ibu..tanpa ibu kita tidak akan pernah terlahir di dunia ini.
Sehingga sudah sepantasnyalah IBU kita mendapat penghargaan dengan membahagiakannya di Hari Ibu yang diperingati setiap tanggal 22 Desember ini. Yup, namun bukan berarti kasih sayang dan kebahagiaan yang kita berikan hanya 1 hari dalam setahun loh...setiap saat..selama darah masih mengalir...selama jantung masih berdetak...dan selama urat nadi masih berdenyut...maka sayangilah ibu dan bahagiakanlah ibu kita.
Nah, sebagai wujud kasih sayang kepada para Ibu di Medan Sumatra Utara terdapat suatu kebiasaan yang khusus dipersembahkan untuk para Ibu di Hari Ibu. Yaitu tradisi membasuh kaki ibunya masing-masing secara massal. Di mana para Ibu duduk di kursi dan si anak membasuh kaki Ibu dengan menggunakan air sebagai lambang kasih sayang.
Yup, kasih Ibu sepanjang masa dan semoga kasih anak juga dapat sepanjang masa...Amien..

Hari Ibu; Mengembalikan Sosok Ibu dalam Kehidupan
Hari ibu adalah hari peringatan atau perayaan terhadap peran seorang ibu dalam keluarganya, baik untuk suami, anak-anak, maupun lingkungan sosial disekitarnya. Pada hakikatnya peringatan hari ibu dimaksudkan untuk senantiasa kembali memperhatikan dan mengingatkan seluruh insan manusia, bahwa betapa besarnya jasa yang sudah mereka torehkan dalam lembaran kehidupan.
Perbincangan tentang ibu adalah perbincangan tentang seorang pejuang tangguh, tulus, dan pantang menyerah. Obrolan tentang ibu adalah obrolan tentang kasih sayang, kelembutan, ketelatenan, ketulusan, dan keteduhan hati yang menyejukkan. Pembahasan tentang ibu adalah pembahasan tentang cara paling sejati, teman paling jujur, mitra paling setia yang senantiasa mengalirkan nasihat, wejangan, dan petuah paling berharga. Percaturan tentang ibu adalah percaturan tentang sosok yang sangat diperhatikan oleh Islam; sosok yang amat diwajibkan untuk dihormati, diperlakukan dengan baik, serta diberi bakti dan pengabdian paling tulus dari
seorang anak terhadap ibunya.
Keharusan berlaku baik tehadap ibu merupakan keharusan yang mutlak, tidak akan hilang apabila tergerus oleh laju perkembangan zaman modern. Kewajiban berbudi pekerti yang baik merupakan kewajiban yang abadi, tidak akan tergeser dan tergantikan meski sosok ibu menjadi tua atau lemah; justru harus semakin optimal dan intensif

Eksistensi Ibu di Era Sekarang
Harus diakui, di era sekarang, secara umum sosok ibu bisa dikatakan tidak lagi semulia dan seterhormat pada era-era sebelumnya. Tentu bukanlah salah para ibu jika hal tersebut terjadi. Banyak faktor yang membuat anak-anak tidak terlalu mengistimewakan dan menghormati ibu mereka. Arus modernnisasi ikut bertanggung jawab atas kemerosotan tersebut. Di era sekarang, memang dapat dibilang pendidik pemandu sejati anak-anak bukan ibunya, melainkan televisi.
Peran dan sosok ibu sudah direbut oleh televisi dan tontonan lainnya. Celakanya, tontonan yang punya daya tuntun yang sangat kuat itu isinya banyak yang tidak edukatif. Maka menjadi logis jika anak-anak zaman ini banyak yang tidak terlalu memperdulikan ibunya. Apalagi segala informasi dan tekhnologi bisa dengan mudah didapat tanpa mengenal usia penggunanya. Hal ini acap kali menjadikan peran seorang ibu sangat berat. Beragam kenakalan remaja yang terjadi menjadi dorongan bagi para ibu untuk memilki siasat yang jitu dalam mendidik anak. Ibu merupakan unsur terpenting dalam pembentukan dan pendidikan anak. Ibu adalah sosok yang paling dekat dan kuat hubungannya dengan anak. Dialah orang pertama yang memilki hubungan batin yang kuat dengan anaknya; dia mengandung, melahirkan, menyusui dan mendidik anak-anaknya sehingga terjalin hubungan yang erat diantara keduanya.
Pengetahuan tentang gaya hidup modern, trend masa kini serta etika bermasyarakat yang tidak kampungan meyebabkan posisi ibu menjadi tergeser sangat jauh dimakan oleh modernnisasi. Secara tidak sadar kita telah menyerap berbagai nilai yang tak sesuai dengan apa yang diajarkan oleh ibu yang sewajarnya diberikan terhadap anaknya. Lantas nilai apa yang kita serap? Pertama, pengetahuan tentang pakaian yang irit bahan. Semakin ketat, semakin modis, semakin minim, dan semakin gaya. Kedua, berkembangnya tren bercipka-cipki di kalangan remaja. Ketiga, pengajaran yang bertujuan lebih piawai menelanjangi aib orang lain. Keempat, gaya hidup hedonisme yang di pertontonkan sinetron atau film, itulah standar hidup yang harus dikejar hingga tidak memperdulikan halal atau haramnya. Kelima, sudah tidak zamannya lagi untuk tunduk atau patuh terhadap orang tua. Dan keenam, maraknya tawuran diantara pelajar yang menganggap penyelesaian masalah hanya dapat diselesaikan dengan kekerasan tidak dengan musyawarah.

Kedudukan Seorang Ibu Dalam Pandangan Islam
Islam sering dituduh merendahkan kedudukan wanita, membantah kemuliannya, menelantarkan hak-haknya, megabaikan eksistensinya, dan memperlakukannya sebagai makhluk kelas dua. Ini hanya satu dari banyak tuduhan yang ditudingkan kepada Islam sebagai salah satu upaya mencoreng wajahnya, melemahkan, dan menjauhkan manusia darinya.
Padahal sesungguhnya Islam meninggikan derajat bagi kaum ibu. Mendahulukan ibu atas ayah dalam hal kewajiban seorang anak untuk berbakti dan berbuat pada kedua orang tua. Ini didasarkan atas sekurangnya dua alasan: Pertama, ibu menanggung beban berat yaitu mengandung, melahirkan, menyusui, mengurus, menjaga, membesarkan, dan mendidik anak-anaknya. Ini semua menjadikan sosok ibu terhadap peran dan beban yang ditanggungnya lebih banyak dan lebih berat ketimbang dengan peran ayah terhadap tumbuh kembang seorang anak. Kedua, ibu dengan fitrah kelembutannya, kasih sayangnya, dan ketelatennanya lebih perhatian serta lebih mengayomi terhadap anaknya.
Ibu merupakan sumber kasih sayang, kelembutan, perlindungan, dan cinta tanpa batas. Kata-katanya menebarkan kenyamanan, tatapannya menularkan keteduhan, doa-doanya selalu dijabah oleh Allah, dan ridhanya menjadi kunci bagi ridha-Nya. Darinya, kasih sayang tak bertepi bermula. Cinta-Nya adalah penjamin keamanan dan keselamatan Ukhrawi bagi seorang anak. Islam memberi kaum perempuan hak dalam banyak bidang kehidupan, seperti sosial, politik, ekonomi, pendidikan dan pengajaran, dan kesempatan kerja. Untuk melindungi hak-hak kaum perempuan ini dari gangguan kaum laki-laki, Islam menetapkan beberapa aturan perlindungan (safeguards). Dalam The Rights of Women in Islam, An Authentic Approach karangan Haifaa A. Jawad menunjukkan beberapa hak dasar yang diberikan Islam kepada kaum perempuan, diantaranya; hak kepemilkan secara mandiri, hak untuk menikah dengan seseorang yang disukainya, hak untuk mendapatkan pendidikan, hak untuk menjaga identitas pribadi, hak untuk menapatkan kesenangan, hak untuk memilih dan dipilih lembaga politik, dan hak untuk dihargai.
Sesungguhnya al-Qur"an secara implisit telah menjelaskan sosok ibu (umm) sebagai perempuan yang mengandung dan melahirkan anak telah disebutkan dalam surat al-Ahqaf:15: "Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada kedua orang tuanya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah pula.."
Ayat tersebut tentunya menjadi pendorong akan pentingnya sosok ibu diikut sertakan dalam kehidupan. Menjadi motivasi untuk kita segera mengistimewakan dan menghormati ibu yang sosoknya menjadi pengaruh terhadap kesuksesan kehidupan anak dimasa mendatang, maka langkah selanjutnya yaitu hormatilah semua petuahnya, sayangilah, dan pahamilah apa yang menjadi keinginan dan harapan dari seorang ibu.
 Semoga dari peringatan hari ibu ini kepedulian dan kesadaran anak terhadap ibu semakin tinggi atas dasar keimanan dan keislaman tidak hanya peringatan belaka. Sungguh surga itu dibawah telapak kaki seorang ibu. Ungkapan ini sangat relevan jika itu disandingkan kepada sosok ibu yang akrab disebut umm dalam al-Qur"an. Semoga dari apa yang kita lakukan menjadikan kita seseorang yang beruntung di sisi Allah Swt.
Puisi Hari Ibu
Memperingati HARI IBU - 22 Desember

IBU yang selalu di RINDU

Doa ibu menyentuh kalbu
Memberi sahdu di kehidupanku yang haru
Aku malu dan tidak tahu
Betapa pengobananmu penuh luka & biru

Oh ibu, maafkan anakmu
Aku berjanji akan membahagiakan ibu
Dengan segenap jiwa ragaku
Untuk satu tujuan hidupku

Oh ibu, doakan anakmu
doamu selalu ada dalam denyut nadiku
Oh ibu, ridhoilah jalanku
Ridhomu memberikan kemudahan dalam hidupku

Ya Tuhan, ampuni dosa-dosa ibuku
Orang yang telah melahirkanku
Ya Tuhan, masukkanlah ibuku kedalam surgamu
Orang yang telah berjuang untuk hidupku

Sumber :www.wikipedia.org, www.historia.co.id, www.wikimu.com, www.analisadaily.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar