Hari Ibu adalah hari peringatan atau perayaan terhadap peran seorang ibu dalam
keluarganya, baik untuk suami, anak-anak, maupun lingkungan sosialnya.
Peringatan dan perayaan biasanya dilakukan dengan
membebastugaskankan ibu dari tugas domestik yang sehari-hari dianggap merupakan
kewajibannya, seperti memasak, merawat anak, dan urusan rumah tangga lainnya.
Kalau Ayah mempunyai slogan
yaitu Surganya Ibu di bawah kaki Ayah, tetapi slogan Ibu adalah Surganya Anak di bawah
kaki Ibu.
Di Indonesia hari ini dirayakan pada tanggal 22
Desember dan ditetapkan
sebagai perayaan nasional. Sementara di Amerika dan lebih dari 75 negara lain, seperti Australia, Kanada, Jerman, Italia, Jepang, Belanda, Malaysia, Singapura, Taiwan,
dan Hong
Kong, Hari Ibu atau Mother’s
Day (dalam bahasa Inggris) dirayakan pada hari Minggu di pekan kedua bulan Mei. Di beberapa negara Eropa dan Timur Tengah, Hari Perempuan
Internasional atau International
Women's Day (dalam bahasa Inggris) diperingati setiap tanggal 8
Maret.
Sejarah
Hari Ibu di Indonesia
Sejarah Hari Ibu
diawali dari bertemunya para pejuang wanita dengan mengadakan Kongres Perempuan
Indonesia I pada 22-25
Desember 1928
di Yogyakarta,
di gedung Dalem Jayadipuran yang sekarang berfungsi sebagai kantor Balai
Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional dan beralamatkan di Jl. Brigjen
Katamso. Kongres dihadiri sekitar 30 organisasi perempuan dari 12 kota di Jawa
dan Sumatera.
Hasil dari kongres tersebut salah satunya adalah membentuk Kongres Perempuan
yang kini dikenal sebagai Kongres Wanita Indonesia
(Kowani).
Organisasi perempuan
sendiri sudah ada sejak 1912,
diilhami oleh perjuangan para pahlawan wanita abad ke-19 seperti Martha Christina Tiahahu,
Cut Nyak Dhien,
Tjoet Nyak Meutia,
R.A.
Kartini, Maria Walanda Maramis,
Dewi
Sartika, Nyai
Ahmad Dahlan, dan lain-lain.
Peristiwa itu dianggap
sebagai salah satu tonggak penting sejarah perjuangan kaum perempuan Indonesia.
Pemimpin organisasi perempuan dari berbagai wilayah se-Nusantara berkumpul
menyatukan pikiran dan semangat untuk berjuang menuju kemerdekaan dan perbaikan
nasib kaum perempuan. Berbagai isu yang saat itu dipikirkan untuk digarap
adalah persatuan perempuan Nusantara, pelibatan perempuan dalam perjuangan
melawan kemerdekaan, pelibatan perempuan dalam berbagai aspek pembangunan
bangsa, perdagangan anak-anak dan kaum perempuan, perbaikan gizi dan kesehatan
bagi ibu dan balita, pernikahan usia dini bagi perempuan, dan sebagainya. Tanpa
diwarnai gembar-gembor kesetaraan gender, para pejuang perempuan itu melakukan
pemikiran kritis dan aneka upaya yang amat penting bagi kemajuan bangsa.
Penetapan tanggal 22
Desember sebagai perayaan Hari Ibu diputuskan dalam Kongres Perempuan Indonesia
III pada tahun 1938.
Peringatan 25 tahun Hari Ibu pada tahun 1953
dirayakan meriah di tak kurang dari 85 kota Indonesia, mulai dari Meulaboh
sampai Ternate.
Presiden Soekarno
menetapkan melalui Dekrit Presiden
No. 316 tahun 1959 bahwa tanggal 22 Desember adalah Hari Ibu dan dirayakan
secara nasional hingga kini.
Misi diperingatinya
Hari Ibu pada awalnya lebih untuk mengenang semangat dan perjuangan para
perempuan dalam upaya perbaikan kualitas bangsa ini. Dari situ pula tercermin
semangat kaum perempuan dari berbagai latar belakang untuk bersatu dan bekerja
bersama. Di Solo,
misalnya, 25 tahun Hari Ibu dirayakan dengan membuat pasar amal yang hasilnya
untuk membiayai Yayasan Kesejahteraan Buruh Wanita dan beasiswa untuk anak-anak
perempuan. Pada waktu itu panitia Hari Ibu Solo juga mengadakan rapat umum yang
mengeluarkan resolusi meminta pemerintah melakukan pengendalian harga,
khususnya bahan-bahan makanan pokok. Pada tahun 1950-an, peringatan Hari Ibu
mengambil bentuk pawai dan rapat umum yang menyuarakan kepentingan kaum
perempuan secara langsung.
Satu momen penting bagi
para wanita adalah untuk pertama kalinya wanita menjadi menteri adalah Maria
Ulfah di tahun 1946.
Sebelum kemerdekaan Kongres Perempuan ikut terlibat dalam pergerakan
internasional dan perjuangan kemerdekaan itu sendiri. Tahun 1973
Kowani menjadi anggota penuh International
Council of Women (ICW). ICW berkedudukan sebagai dewan
konsultatif kategori satu terhadap Perserikatan Bangsa-bangsa.
Kini, Hari Ibu di
Indonesia diperingati untuk mengungkapkan rasa sayang dan terima kasih kepada
para ibu, memuji keibuan para ibu. Berbagai kegiatan pada peringatan itu
merupakan kado istimewa, penyuntingan bunga, pesta kejutan bagi para ibu, aneka
lomba masak dan berkebaya, atau membebaskan para ibu dari beban kegiatan
domestik sehari-hari.
Mother's day
Peringatan Mother’s
Day di sebagian negara Eropa dan Timur Tengah, yang mendapat pengaruh dari
kebiasaan memuja Dewi Rhea,
istri Dewa Kronos,
dan ibu para dewa dalam sejarah Yunani
kuno.
Maka, di negara-negara tersebut, peringatan Mother’s Day jatuh pada bulan Maret.
Di Amerika Serikat dan
lebih dari 75 negara lain, seperti Australia, Kanada, Jerman, Italia, Jepang,
Belanda, Malaysia, Singapura, Taiwan, dan Hongkong, peringatan Mother’s Day
jatuh pada hari Minggu kedua bulan Mei
karena pada tanggal itu pada tahun 1870
aktivis sosial Julia Ward Howe
mencanangkan pentingnya perempuan bersatu melawan perang saudara.
Hari (Perjuangan) Ibu
Hari Ibu bukanlah momen menyanjung peran domestik perempuan.
DI
jejaring sosial Twitter, Facebook sampai siaran radio semua orang
bicara soal hari Ibu yang diperingati pada 22 Desember. Ada yang mengucapkan
selamat seraya menyanjung sang ibu atas jasa-jasa mereka melahirkan, merawat
dan membesarkan anak-anaknya. "Happy mother′s day, I love you, Mom," kata
seorang penelpon di salah satu stasiun radio. Sementara itu di Twitter,
ucapan selamat hari Ibu datang silih berganti berhamburan memenuhi linimasa
diselingi beberapa orang yang berkomentar bernada korektif terhadap salah
kaprah peringatan hari Ibu di Indonesia.
Memang
benar, hari Ibu yang kerap diperingati pada 22 Desember setiap tahunnya agak
salah sambung. Nyasar dari tujuan awalnya. Campur aduk dengan momen Mother’s
Day di Amerika Serikat yang selalu diperingati pada 9 Mei setiap tahunnya. Mother’s
Day di Amerika memang berbeda dengan hari Ibu di Indonesia. Awal mula
peristiwanya pun berbeda. Di Amerika Mother’s Day selalu diperingati 9
Mei yang tak lain adalah tanggal meninggalnya Ann Jarvis, seorang ibu yang pada
1868 menginisiasi gerakan untuk menyatukan kembali keluarga-keluarga yang
tercerai berai akibat perang saudara (Civil War) di Amerika. Setalah ia
wafat, usahanya diteruskan oleh Anna Jarvis, anak perempuannya yang kemudian
menetapkan tanggal kematian ibunya sebagai Mother’s Day di Amerika.
Sementara
itu di Indonesia, peringatan hari Ibu pada 22 Desember didasarkan pada
penyelenggaraan Kongres Perempuan Indonesia pertama, 22–25 Desember 1928
di Yogyakarta. Penetapan tanggal peringatan hari Ibu itu dilakukan pada Kongres
Perempuan Indonesia ketiga pada 23 – 28 Juli 1938 di Bandung. Kongres Perempuan
Indonesia pertama dilakukan dalam suasana zaman kolonial yang mencengkeram
kebebasan orang Indonesia untuk berekspresi dan menyatakan pendapat. Kongres
itu pula tak bisa dilepaskan dari semangat kebangsaan yang baru saja
digelorakan pada Kongres Pemuda kedua, 28 Oktober 1928 di Batavia.
Faktor
pendorong penyelenggaraan Kongres Perempuan Indonesia tak lain adalah kondisi
kehidupan perempuan di Indonesia yang masih dikungkung budaya patriarkis yang
berdiri di atas nilai-nilai feodal. Menurut sejarawan Saskia Eleonora Wieringa
ada sejumlah organisasi perempuan yang terpenting ikut serta dalam kongres
perempuan tersebut, antara lain Wanita Oetomo, Aisyah, Poetri Indonesia, Wanita
Katolik, Wanito Moeljo, dan bagian-bagian perempuan di dalam Sarekat Islam,
Jong Islamieten Bond dan Wanita Taman Siswa. Tiga tokoh perempuan penggagas
pertemuan itu adalah Nyi. Hadjar Dewantara dari Wanita Taman Siswa, Ny.
Soekonto dari Wanita Oetomo dan Sujatin Kartowijono dari Poetri
Indonesia.
Sujatin,
salah seorang inisiator kongres tersebut menuturkan pengalamannya, “Perjuangan
kemerdekaan dan perbaikan hak serta nasib wanita menjadi titik utama dalam
hidupku sebagai orang muda... Di bulan Oktober 1928, tepatnya tanggal 28,
diadakan Sumpah Pemuda... Pada saat itu pulalah timbul sebuah hasrat di antara
kami kaum wanita muda, mengadakan sebuah pertemuan antar-wanita se-Indonesia
demi persatuan nasional,” kata Sujatin kepada Hanna Rambe, penulis
otobiografinya, Mencari Makna Hidupku.
Ada
banyak masalah yang dibicarakan dalam kongres perempuan pertama itu, mulai dari
pendidikan kaum perempuan, nasib anak yatim piatu dan janda, perkawinan
anak-anak, reformasi undang-undang perkawinan Islam, pentingnya meningkatkan
harga diri kaum perempuan sampai dengan kejahatan kawin paksa yang masih marak
terjadi saat itu. Beberapa tokoh perempuan menyampaikan pandangannya
masing-masing terhadap persoalan yang dihadapi kaum perempuan di
Indonesia, bahkan muncul gerakan anti-permaduan (baca: anti-poligami). Kongres
Perempuan Indonesia pertama itu menghasilkan sejumlah resolusi dan membentuk
Perikatan Perkumpulan Perempoean Indonesia.
Kehidupan
kaum perempuan di Hindia Belanda pada era tahun 1920-an dirundung oleh sejumlah
masalah yang cukup pelik. Tak banyak perempuan yang bisa menempuh pendidikan;
kebanyakan dari mereka sudah dikawinkan selang beberapa saat setelah mengalami
menstruasi pertama; tak punya kedudukan kuat untuk menggugat atas perlakuan
sepihak dari kaum pria dalam soal kawin-cerai dan tak adanya aturan yang
berpihak kepada mereka.
Dalam
surat-suratnya kepada Ny. Abendanon bisa diketahui bagaimana RA. Kartini
menggugat praktik permaduan yang terjadi di kalangan priayi. Ironisnya, Kartini
yang menggugat praktik permaduan dan perjodohan paksa itu pada akhirnya harus
takluk kepada kehendak ayahnya yang menjodohkannya dengan K.R.M. Adipati Ario
Singgih Djojo Adhiningrat, bupati Rembang yang sudah beristri tiga. Surat-surat
Kartini merupakan gambaran alam pikiran dan perasaannya yang diserap dari
pengalaman dan kesaksiannya sebagai seorang perempuan Jawa-priayi yang hidup
dalam kungkungan budaya patriarkis. Semangat Kartini itulah yang terus
dinyalakan oleh kaum perempuan yang hidup sesudahnya, termasuk oleh mereka yang
menyelenggarakan Kongres Perempuan Indonesia pertama, 22 Desember 1928.
Gerakan
perempuan Indonesia pada kolonial sempat hampir pecah karena adanya perbedaan
pandangan mengenai permaduan. Itu terjadi pada Kongres Perempuan Indonesia
kedua, 20 – 24 Juli 1935 di Batavia, ketika Ratna Sari, dari Persatuan Muslim
Indonesia (Permi) Sumatera Barat menyampaikan pidato yang bernada mendukung
poligami, sesuai dengan syariat Islam. Kontan sikap Ratna itu menuai
kontroversi. Suwarni Pringgodigdo dari perkumpulan Istri Sedar menentang
pendapat Ratna. Suwarni bahkan memboikot jalannya sidang dengan menyatakan
dirinya dan organisasi yang dipimpinnya keluar dari kongres. Namun hal itu
akhirnya dapat dicegah setelah Maria Ulfah, tokoh perempuan utama lainnya,
mengajukan usul agar pembahasan pendapat Ratna tidak diteruskan di dalam
kongres.
Dinamika
gerakan perempuan makin menguat seiring makin bersatunya orientasi mereka
terhadap persoalan-persoalan yang dihadapi perempuan. Perempuan tak lagi
berdiam di dapur atau pasrah menerima nasib yang terjadi pada diri mereka.
Sejumlah advokasi terhadap perempuan korban pertikaian rumah tangga dilakukan
oleh organisasi-organisasi perempuan anggota kongres perempuan. Perempuan
Indonesia, sejak 22 Desember 1928 memasuki ranah perjuangan politik praktis,
sebuah wilayah yang sebelumnya tabu mereka masuki karena nilai-nilai tertentu
di dalam masyarakat yang tak memungkinkan mereka bergerak aktif memperjuangkan
hak-haknya.
Peringatan
hari Ibu 22 Desember kemudian ditetapkan perayaannya secara nasional melalui
Dekrit Presiden Sukarno No. 316 tahun 1959. Banyak yang mengatakan bahwa
penetapan tersebut merupakan upaya dari Sukarno untuk memperbaiki citranya di
hadapan gerakan perempuan karena dia telah memadu Fatmawati dengan menikahi
Hartini. Namun lebih dari itu, hari Ibu di Indonesia merupakan tonggak sejarah
perjuangan kaum perempuan untuk merebut posisi yang lebih adil di dalam
masyarakat. Maka, peringatan hari Ibu yang penuh haru-biru dengan segala
puja-puji peran domestik ibu di dalam rumah sejatinya justru mendistorsi makna
hari Ibu itu sendiri. Selamat hari ibu para perempuan pemberani!
Untuk
Ibu di Hari Ibu
Coba kita renungkan makna dalam kalimat yang
seringkali kita dengar ini " Surga berada di
bawah telapak kaki ibu ", yup..betapa mulianya seorang
ibu..tanpa ibu kita tidak akan pernah terlahir di dunia ini.
Sehingga sudah sepantasnyalah IBU kita mendapat penghargaan
dengan membahagiakannya di Hari Ibu yang diperingati setiap tanggal 22 Desember
ini. Yup, namun bukan berarti kasih sayang dan kebahagiaan yang kita berikan
hanya 1 hari dalam setahun loh...setiap saat..selama darah masih
mengalir...selama jantung masih berdetak...dan selama urat nadi masih
berdenyut...maka sayangilah ibu dan bahagiakanlah ibu kita.
Nah, sebagai wujud kasih sayang kepada para Ibu
di Medan Sumatra Utara terdapat suatu kebiasaan yang khusus dipersembahkan untuk
para Ibu di Hari Ibu. Yaitu tradisi membasuh kaki ibunya
masing-masing secara massal. Di mana para Ibu duduk di kursi dan si anak
membasuh kaki Ibu dengan menggunakan air sebagai lambang kasih sayang.
Yup, kasih Ibu sepanjang masa dan semoga kasih
anak juga dapat sepanjang masa...Amien..
Hari Ibu; Mengembalikan Sosok Ibu dalam Kehidupan
|
Hari ibu adalah hari peringatan
atau perayaan terhadap peran seorang ibu dalam keluarganya, baik untuk suami,
anak-anak, maupun lingkungan sosial disekitarnya. Pada hakikatnya peringatan
hari ibu dimaksudkan untuk senantiasa kembali memperhatikan dan mengingatkan
seluruh insan manusia, bahwa betapa besarnya jasa yang sudah mereka torehkan
dalam lembaran kehidupan.
Perbincangan tentang ibu adalah
perbincangan tentang seorang pejuang tangguh, tulus, dan pantang menyerah.
Obrolan tentang ibu adalah obrolan tentang kasih sayang, kelembutan,
ketelatenan, ketulusan, dan keteduhan hati yang menyejukkan. Pembahasan
tentang ibu adalah pembahasan tentang cara paling sejati, teman paling jujur,
mitra paling setia yang senantiasa mengalirkan nasihat, wejangan, dan petuah
paling berharga. Percaturan tentang ibu adalah percaturan tentang sosok yang
sangat diperhatikan oleh Islam; sosok yang amat diwajibkan untuk dihormati,
diperlakukan dengan baik, serta diberi bakti dan pengabdian paling tulus dari
seorang anak terhadap ibunya.
Keharusan berlaku baik tehadap ibu merupakan keharusan yang mutlak, tidak
akan hilang apabila tergerus oleh laju perkembangan zaman modern. Kewajiban
berbudi pekerti yang baik merupakan kewajiban yang abadi, tidak akan tergeser
dan tergantikan meski sosok ibu menjadi tua atau lemah; justru harus semakin
optimal dan intensif
Eksistensi Ibu di Era Sekarang
Harus diakui, di era sekarang, secara umum sosok ibu bisa dikatakan tidak
lagi semulia dan seterhormat pada era-era sebelumnya. Tentu bukanlah salah
para ibu jika hal tersebut terjadi. Banyak faktor yang membuat anak-anak
tidak terlalu mengistimewakan dan menghormati ibu mereka. Arus modernnisasi
ikut bertanggung jawab atas kemerosotan tersebut. Di era sekarang, memang
dapat dibilang pendidik pemandu sejati anak-anak bukan ibunya, melainkan
televisi.
Peran dan sosok ibu sudah direbut oleh televisi dan tontonan lainnya. Celakanya, tontonan yang punya daya tuntun yang sangat kuat itu isinya banyak yang tidak edukatif. Maka menjadi logis jika anak-anak zaman ini banyak yang tidak terlalu memperdulikan ibunya. Apalagi segala informasi dan tekhnologi bisa dengan mudah didapat tanpa mengenal usia penggunanya. Hal ini acap kali menjadikan peran seorang ibu sangat berat. Beragam kenakalan remaja yang terjadi menjadi dorongan bagi para ibu untuk memilki siasat yang jitu dalam mendidik anak. Ibu merupakan unsur terpenting dalam pembentukan dan pendidikan anak. Ibu adalah sosok yang paling dekat dan kuat hubungannya dengan anak. Dialah orang pertama yang memilki hubungan batin yang kuat dengan anaknya; dia mengandung, melahirkan, menyusui dan mendidik anak-anaknya sehingga terjalin hubungan yang erat diantara keduanya.
Pengetahuan tentang gaya hidup modern, trend masa kini serta etika
bermasyarakat yang tidak kampungan meyebabkan posisi ibu menjadi tergeser
sangat jauh dimakan oleh modernnisasi. Secara tidak sadar kita telah menyerap
berbagai nilai yang tak sesuai dengan apa yang diajarkan oleh ibu yang
sewajarnya diberikan terhadap anaknya. Lantas nilai apa yang kita serap?
Pertama, pengetahuan tentang pakaian yang irit bahan. Semakin ketat, semakin
modis, semakin minim, dan semakin gaya. Kedua, berkembangnya tren
bercipka-cipki di kalangan remaja. Ketiga, pengajaran yang bertujuan lebih
piawai menelanjangi aib orang lain. Keempat, gaya hidup hedonisme yang di
pertontonkan sinetron atau film, itulah standar hidup yang harus dikejar
hingga tidak memperdulikan halal atau haramnya. Kelima, sudah tidak zamannya
lagi untuk tunduk atau patuh terhadap orang tua. Dan keenam, maraknya tawuran
diantara pelajar yang menganggap penyelesaian masalah hanya dapat diselesaikan
dengan kekerasan tidak dengan musyawarah.
Kedudukan Seorang Ibu Dalam Pandangan Islam
Islam sering dituduh merendahkan kedudukan wanita, membantah kemuliannya,
menelantarkan hak-haknya, megabaikan eksistensinya, dan memperlakukannya
sebagai makhluk kelas dua. Ini hanya satu dari banyak tuduhan yang
ditudingkan kepada Islam sebagai salah satu upaya mencoreng wajahnya,
melemahkan, dan menjauhkan manusia darinya.
Padahal sesungguhnya Islam meninggikan derajat bagi kaum ibu. Mendahulukan
ibu atas ayah dalam hal kewajiban seorang anak untuk berbakti dan berbuat
pada kedua orang tua. Ini didasarkan atas sekurangnya dua alasan: Pertama,
ibu menanggung beban berat yaitu mengandung, melahirkan, menyusui, mengurus,
menjaga, membesarkan, dan mendidik anak-anaknya. Ini semua menjadikan sosok
ibu terhadap peran dan beban yang ditanggungnya lebih banyak dan lebih berat
ketimbang dengan peran ayah terhadap tumbuh kembang seorang anak. Kedua, ibu
dengan fitrah kelembutannya, kasih sayangnya, dan ketelatennanya lebih perhatian
serta lebih mengayomi terhadap anaknya.
Ibu merupakan sumber kasih sayang, kelembutan, perlindungan, dan cinta tanpa
batas. Kata-katanya menebarkan kenyamanan, tatapannya menularkan keteduhan,
doa-doanya selalu dijabah oleh Allah, dan ridhanya menjadi kunci bagi
ridha-Nya. Darinya, kasih sayang tak bertepi bermula. Cinta-Nya adalah
penjamin keamanan dan keselamatan Ukhrawi bagi seorang anak. Islam memberi
kaum perempuan hak dalam banyak bidang kehidupan, seperti sosial, politik,
ekonomi, pendidikan dan pengajaran, dan kesempatan kerja. Untuk melindungi
hak-hak kaum perempuan ini dari gangguan kaum laki-laki, Islam menetapkan
beberapa aturan perlindungan (safeguards). Dalam The Rights of Women in
Islam, An Authentic Approach karangan Haifaa A. Jawad menunjukkan beberapa
hak dasar yang diberikan Islam kepada kaum perempuan, diantaranya; hak
kepemilkan secara mandiri, hak untuk menikah dengan seseorang yang
disukainya, hak untuk mendapatkan pendidikan, hak untuk menjaga identitas
pribadi, hak untuk menapatkan kesenangan, hak untuk memilih dan dipilih
lembaga politik, dan hak untuk dihargai.
Sesungguhnya al-Qur"an secara implisit telah menjelaskan sosok ibu (umm) sebagai perempuan yang mengandung dan melahirkan anak telah disebutkan dalam surat al-Ahqaf:15: "Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada kedua orang tuanya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah pula.." Ayat tersebut tentunya menjadi pendorong akan pentingnya sosok ibu diikut sertakan dalam kehidupan. Menjadi motivasi untuk kita segera mengistimewakan dan menghormati ibu yang sosoknya menjadi pengaruh terhadap kesuksesan kehidupan anak dimasa mendatang, maka langkah selanjutnya yaitu hormatilah semua petuahnya, sayangilah, dan pahamilah apa yang menjadi keinginan dan harapan dari seorang ibu.
Semoga dari peringatan hari ibu ini kepedulian dan kesadaran anak terhadap
ibu semakin tinggi atas dasar keimanan dan keislaman tidak hanya peringatan
belaka. Sungguh surga itu dibawah telapak kaki seorang ibu. Ungkapan ini
sangat relevan jika itu disandingkan kepada sosok ibu yang akrab disebut umm
dalam al-Qur"an. Semoga dari apa yang kita lakukan menjadikan kita
seseorang yang beruntung di sisi Allah Swt.
|
Puisi Hari Ibu
Memperingati
HARI IBU - 22 Desember
IBU yang selalu di RINDU
Doa ibu menyentuh kalbu
Memberi sahdu di kehidupanku yang haru
Aku malu dan tidak tahu
Betapa pengobananmu penuh luka & biru
Oh ibu, maafkan anakmu
Aku berjanji akan membahagiakan ibu
Dengan segenap jiwa ragaku
Untuk satu tujuan hidupku
Oh ibu, doakan anakmu
doamu selalu ada dalam denyut nadiku
Oh ibu, ridhoilah jalanku
Ridhomu memberikan kemudahan dalam hidupku
Ya Tuhan, ampuni dosa-dosa ibuku
Orang yang telah melahirkanku
Ya Tuhan, masukkanlah ibuku kedalam surgamu
Orang yang telah berjuang untuk hidupku
IBU yang selalu di RINDU
Doa ibu menyentuh kalbu
Memberi sahdu di kehidupanku yang haru
Aku malu dan tidak tahu
Betapa pengobananmu penuh luka & biru
Oh ibu, maafkan anakmu
Aku berjanji akan membahagiakan ibu
Dengan segenap jiwa ragaku
Untuk satu tujuan hidupku
Oh ibu, doakan anakmu
doamu selalu ada dalam denyut nadiku
Oh ibu, ridhoilah jalanku
Ridhomu memberikan kemudahan dalam hidupku
Ya Tuhan, ampuni dosa-dosa ibuku
Orang yang telah melahirkanku
Ya Tuhan, masukkanlah ibuku kedalam surgamu
Orang yang telah berjuang untuk hidupku
Sumber :www.wikipedia.org,
www.historia.co.id, www.wikimu.com, www.analisadaily.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar