Sekretaris Jenderal Asosiasi Pendidikan Kebidanan
Indonesia (APKINDO), Yeti Irawan mengatakan, angka kematian ibu (AKI) saat melahirkan
di Indonesia termasuk salah satu yang tertinggi di Asia.
Yeti melanjutkan, pendidikan yang baik bertujuan
menyejahterakan perempuan indonesia, khususnya ibu dan anak. "Angka
kematian ibu akan berkurang dan semuanya kita mulai dari pendidikan yang
baik," kata dia, Jumat, (12/4)
Berdasarkan Survey Demografi dan Kesehatan
Indonesia (SDKI) tahun 2007, AKI di Indonesia mencapai 228/100.000 kelahiran
hidup. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan Vietnam (59/100.000), dan Cina
(37/100.000). Ini menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara dengan AKI
tertinggi asia.
Oleh sebab itu, institusi pendidikan kebidanan
memiliki misi mengurangi Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia tersebut.
"Mempersiapkan bidan yang baik Itu adalah aset negara yang tidak ternilai,"
terangnya.
Hari ini, AIPKIND) menggelar rapat kerja nasional
yang diselenggarakan di Hotel Sahid Jaya, Jakarta.
Acara yang berlangsung selama tiga hari, yakni
10-12 April 2013 ini sekaligus untuk mendorong pendidikan Kebidanan demi
memenuhi standar nasional pendidikan Kebidanan Indonesia agar mampu bersaing
secara global.
Saat ini tercatat 327 institusi pendidikan
kebidanan yang terdaftar sebagai anggota AIPKIND. Pendidikan kebidanan
Indonesia sudah berkembang cukup baik. Sekarang tiga Universitas negeri telah
menyelenggarakan pendidikan Profesi Kebidanan.
Demikian memenuhi tuntutan UU Guru dan Dosen
tahun 2005, kini juga sudah dikembangkan pendidikan S-2 kebidanan di empat
Universitas Negeri.
Namun pesatnya perkembangan pendidikan kebidanan
belum di dukung dengan kendali mutu lulusan. Setiap tahun, setidaknya ada 29
ribu bidan baru lulus dari institusi kebidanan. Namun tak jarang terdengar
keluhan stakeholder lulusan tidak siap pakai.
5
Penyebab Utama Kematian Ibu di Indonesia
Bila
Anda seorang ibu yang akan melahirkan anak, risiko Anda meninggal dunia sepuluh
kali lipat rekan Anda di Malaysia dan Sri Lanka. Angka kematian ibu (AKI)
masih sangat tinggi di Indonesia. Setiap tahun, sekitar 20 ribu ibu Indonesia
meninggal akibat komplikasi kehamilan atau persalinan. Sebanyak 259 ibu
meninggal dunia pada setiap 100.000 kelahiran hidup. Angka itu lebih dari
sepuluh kali AKI Malaysia (19) dan Sri Lanka (24). Target Pemerintah adalah
menurunkan angka kematian ibu menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup pada
tahun 2015.
Apa Saja Penyebab Kematian Ibu?
Kematian
ibu (maternal death) menurut definisi WHO adalah kematian selama
kehamilan atau dalam periode 42 hari setelah berakhirnya kehamilan, akibat
semua sebab yang terkait dengan atau diperberat oleh kehamilan atau
penanganannya, tetapi bukan disebabkan oleh kecelakaan/cedera. Penyebab utama
kematian ibu diklasifikasikan sebagai langsung dan tidak langsung.
- Penyebab langsung: berhubungan dengan komplikasi obstetrik selama masa kehamilan, persalinan dan masa nifas (post-partum). Mayoritas penyebab kematian ibu adalah penyebab langsung.
- Penyebab tidak langsung: diakibatkan oleh penyakit yang telah diderita ibu, atau penyakit yang timbul selama kehamilan dan tidak ada kaitannya dengan penyebab langsung obstetrik, tapi penyakit tersebut diperberat oleh efek fisiologik kehamilan.
Menurut
hasil kajian kinerja IGD Obstetri-Ginekologi dari RSUP Cipto Mangunkusumo, yang
merupakan RS rujukan nasional, lima besar penyebab kematian ibu adalah perdarahan,
eklampsia, sepsis, infeksi dan gagal paru.
1. Perdarahan
Perdarahan
yang tidak terkontrol menyumbang sekitar 20%-25% kematian ibu sehingga
merupakan risiko yang paling serius. Kehilangan darah dapat terjadi selama
kehamilan, selama persalinan, atau setelah persalinan (post partum). Perdarahan
post partum yang menyebabkan kehilangan darah lebih dari 1.000 mL
adalah penyebab utama kematian. Meskipun dapat dicegah, tidak semua kasus
perdarahan post partum dapat dihindari. Atonia uterus (uterine atony),
yaitu kondisi di mana otot rahim kehilangan kemampuan untuk berkontraksi
setelah melahirkan, adalah penyebab utama perdarahan post partum. Penyebab
lain yang lebih jarang adalah retensi plasenta (retained placenta), di
mana seluruh atau sebagian jaringan plasenta tertinggal di rahim.
Penyebab trauma termasuk luka, ruptur uterus, dan inversi uterus.
Komplikasi
dari perdarahan postpartum termasuk hipotensi
ortostatik, anemia, dan kelelahan, yang dapat
menyulitkan perawatan pasca melahirkan. Anemia post-partum meningkatkan risiko depresi
post-partum.
Perdarahan
post partum dapat ditangani dengan pengelolaan yang melibatkan obat-obatan dan
perawatan non obat.
2. Eklampsia
Eklampsia
adalah kondisi yang ditandai dengan gagal ginjal, kejang, dan koma saat
kehamilan atau pasca melahirkan, sehingga dapat berujung pada kematian ibu.
Eklampsia biasanya terjadi setelah trimester ketiga kehamilan, mayoritas pada
saat persalinan (intrapartum) dan 48 jam pertama setelah
melahirkan (postpartum). Eklampsia merupakan komplikasi berat dari kondisi
yang mendahuluinya, yaitu preeklampsia. Preeklampsia, juga dikenal sebagai
toxemia kehamilan, ditandai dengan hipertensi (tekanan darah tinggi),
proteinurea (protein dalam urin), edema (pembengkakan) umum, dan kenaikan berat
badan secara tiba-tiba. Preeklampsia dapat diidentifikasi pada masa kehamilan
dengan memantau tekanan darah, tes protein urin, dan pemeriksaan fisik. Deteksi
dini dan pengelolaan preeklampsia dapat mencegah perkembangannya menjadi
eklampsia.
3. Sepsis
Sepsis maternal adalah infeksi bakteri yang parah, biasanya pada
uterus (rahim), umumnya terjadi beberapa hari setelah melahirkan. Sepsis dapat
menyebar dari rahim ke saluran tuba dan ovarium atau ke dalam aliran
darah. Infeksi yang terjadi setelah melahirkan ini juga dikenal sebagai sepsis
puerperalis. Penyebab utamanya adalah bakteri yang disebut Group A
Streptococcus (GAS) yang memasuki tubuh melalui kulit atau jaringan yang
rusak saat melahirkan.
Sepsis
maternal menyebabkan demam dan satu atau lebih gejala berikut:
- Menggigil dan perasaan tidak sehat secara umum
- Nyeri perut bawah
- Keputihan berbau busuk
- Perdarahan dari vagina
- Pusing dan pingsan
Sepsis
umumnya terjadi karena standar kebersihan yang buruk selama proses persalinan,
misalnya persalinan atau aborsi yang dibantu oleh dukun beranak.
Sepsis juga dapat disebabkan oleh infeksi menular seksual yang tidak
diobati selama kehamilan. Penyakit ini dapat dicegah atau dikelola dengan
pemeriksaan lab yang tepat, standar pengendalian infeksi yang tinggi
selama persalinan dan pengobatan antibiotik selama dan sesudah persalinan.
4. Infeksi
Infeksi
yang menyebabkan kematian ibu termasuk dalam kelompok penyebab tidak langsung.
Infeksi yang paling umum adalah malaria, tuberkulosis, dan hepatitis. Ibu
hamil yang terinfeksi penyakit-penyakit tersebut biasanya memiliki gejala yang
lebih parah dan memiliki tingkat risiko tinggi keguguran, kematian janin,
persalinan prematur, berat badan lahir rendah, kematian bayi dan/atau ibu.
- Malaria merupakan infeksi parasit yang ditularkan oleh nyamuk dan menewaskan lebih dari 1 juta orang setiap tahunnya. Penyakit ini lebih umum pada wilayah Indonesia bagian timur. Malaria dapat dicegah dengan obat-obatan yang tepat dan perangkat antinyamuk.
- Tuberkulosis (TB) adalah infeksi yang termasuk dalam target kedaruratan WHO sejak tahun 2005. Sekitar sepertiga dari populasi dunia (diperkirakan sekitar 1,75 miliar) terinfeksi basil tuberculosis. Penyakit ini dapat diperberat oleh kehamilan dan menyebabkan kematian ibu dan/ atau janin. TB dapat disembuhkan dengan obat-obatan seperti Rifampisin, INH dan Etambutol.
- Hepatitis adalah infeksi virus yang menyerang fungsi hati. Virus hepatitis B (HBV) adalah penyebab paling umum hepatitis pada ibu hamil, namun virus hepatitis E (HEV) adalah yang paling dikaitkan dengan peningkatan risiko kematian ibu. Hepatitis E akut dapat memberikan gejala tiba-tiba dalam beberapa hari atau minggu sebelum kematian. Hepatitis dapat dicegah dengan kewaspadaan, imunisasi, dan sanitasi yang lebih baik.
5. Gagal Paru
Kegagalan
pernafasan akut adalah salah satu penyebab umum kedaruratan kebidanan yang
berisiko kematian tinggi. Penyebab umum kegagalan pernapasan akut adalah
embolisme paru (pulmonary embolism) dan paling sering terjadi pada
periode setelah melahirkan (postpartum). Kehamilan meningkatkan risiko
embolisme paru karena peningkatan kemampuan untuk membekukan darah (yang
bermanfaat untuk menghentikan perdarahan saat persalinan). Sayangnya, kemampuan
ini juga meningkatkan risiko trombosis (bekuan) darah yang secara mendadak
menyumbat arteri paru-paru–kondisi yang disebut embolisme paru.
Tanda-tanda
embolisme paru termasuk sesak napas tiba-tiba dan tanpa sebab, nyeri dada, dan
batuk yang dapat disertai darah. Embolisme paru dapat dikelola segera dengan
obat-obatan anti trombosis dan perawatan kedaruratan.
Sumber : www.merdeka.com,majalahkesehatan.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar