Selubung
Makar di Balik Julukan Wahhabi
Di
negeri kita bahkan hampir di seluruh dunia Islam, ada sebuah fenomena ‘timpang’
dan penilaian ‘miring’ terhadap dakwah tauhid yang dilakukan Asy-Syaikh
Muhammad bin Abdul Wahhab At-Tamimi An-Najdi rahimahullahu. Julukan Wahhabi
pun dimunculkan, tak lain tujuannya adalah untuk menjauhkan umat darinya. Dari
manakah julukan itu? Siapa pelopornya? Dan apa rahasia di balik itu semua …?
Para
pembaca, dakwah Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab merupakan dakwah
pembaharuan terhadap agama umat manusia. Pembaharuan, dari syirik menuju tauhid
dan dari bid’ah menuju As-Sunnah. Demikianlah misi para pembaharu sejati dari
masa ke masa, yang menapak titian jalan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam dan para shahabatnya. Fenomena ini membuat gelisah musuh-musuh Islam,
sehingga berbagai macam cara pun ditempuh demi hancurnya dakwah tauhid yang
diemban Asy-Syaikh Muhammad bin AbdulWahhab dan para pengikutnya.
Musuh-Musuh
Tersebut Dapat Diklasifikasikan Sebagai Berikut:
1.Di
Najd dan sekitarnya:
-
Para ulama suu` yang memandang al-haq sebagai kebatilan dan kebatilan sebagai
al-haq.
-
Orang-orang yang dikenal sebagai ulama namun tidak mengerti tentang hakekat
Asy- Syaikh
Muhammad bin Abdul Wahhab dan dakwahnya.
-
Orang-orang yang takut kehilangan kedudukan dan jabatannya. (Lihat Tash-hihu
Khatha`in Tarikhi Haula Al-Wahhabiyyah, karya Dr.Muhammad bin Sa’ad Asy-Syuwai’ir
hal.90-91, ringkasan keterangan Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz).
2.
Di Dunia Secara Umum:
Mereka
adalah kaum kafir Eropa; Inggris, Prancis dan lain-lain, Daulah Utsmaniyyah,
kaum Shufi, Syi’ah Rafidhah, Hizbiyyun dan pergerakan Islam; Al-Ikhwanul
Muslimin, Hizbut Tahrir, Al-Qaeda, dan para kaki tangannya. (Untuk lebih rincinya
lihat kajian utama edisi ini/ Musuh-Musuh Dakwah Tauhid)
Bentuk
permusuhan mereka beragam. Terkadang dengan fisik (senjata) dan terkadang
dengan fitnah, tuduhan dusta, isu negatif dan sejenisnya. Adapun fisik
(senjata), maka banyak diperankan oleh Dinasti Utsmani yang bersekongkol dengan
barat (baca: kafir Eropa) –sebelum keruntuhannya–. Demikian pula Syi’ah
Rafidhah dan para hizbiyyun. Sedangkan fitnah, tuduhan dusta, isu negatif dan sejenisnya,
banyak dimainkan oleh kafir Eropa melalui para missionarisnya, kaum shufi, dan
tak ketinggalan pula Syi’ah Rafidhahdan hizbiyyun.[2] Dan ternyata, memunculkan
istilah ‘Wahhabi’sebagai julukan bagi pengikut dakwah Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul
Wahhab, merupakan trik sukses mereka untuk menghempaskan kepercayaan umat
kepada dakwah tauhid tersebut. Padahal, istilah‘Wahhabi’ itu sendiri merupakan
penisbatan yang tidak sesuai dengan kaidah bahasa Arab. Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz
bin Baz berkata: “Penisbatan (Wahhabi -pen) tersebut tidak sesuai dengan kaidah
bahasa Arab. Semestinya bentuk penisbatannya adalah‘Muhammadiyyah’, karena sang
pengemban dan pelaku dakwah tersebut adalah Muhammad, bukan ayahnya yang
bernama Abdul Wahhab.” (Lihat Imam wa Amir wa Da’watun Likullil ‘Ushur, hal.
162)
Tak
cukup sampai di situ. Fitnah, tuduhan dusta, isu negatif dan sejenisnya menjadi
sejoli bagi julukan keji tersebut. Tak ayal, yang lahir adalah ‘potret’ buruk
dan keji tentang dakwah Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, yang tak sesuai
dengan realitanya. Sehingga istilah Wahhabi nyaris menjadi momok dan monster
yang mengerikan bagi umat. Fenomena timpang ini, menuntut kita untuk jeli dalam
menerima informasi. Terlebih ketika narasumbernya adalah orang kafir, munafik,
atau ahlul bid’ah. Agar kita tidak dijadikan bulan-bulanan oleh kejamnya
informasi orang-orang yang tidak bertanggung jawab itu. Meluruskan Tuduhan
Miring tentang Wahhabi.
1.Tuduhan:
Asy- Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahhab Adalah Seorang Yang Mengaku Sebagai Nabi[3],
Ingkar Terhadap Hadits Nabi[4], Merendahkan Posisi Nabi, dan Tidak
Mempercayai
Syafaat Beliau.
Bantahan:
Asy-Syaikh
Muhammad bin Abdul Wahhab adalah seorang yang sangat mencintai Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam. Hal ini terbukti dengan adanya karya tulis beliau tentang
sirah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, baik Mukhtashar Siratir Rasul,
Mukhtashar Zadil Ma’ad Fi Hadyi Khairil ‘Ibad atau pun yang terkandung dalam
kitab beliau Al-Ushul Ats-Tsalatsah.
Beliau
berkata: “Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah wafat –semoga
shalawat dan salam-Nya selalu tercurahkan kepada beliau–, namun agamanya tetap
kekal. Dan inilah agamanya; yang tidaklah ada kebaikan kecuali pasti beliau
tunjukkan kepada umatnya, dan tidak ada kejelekan kecuali pasti beliau
peringatkan. Kebaikan yang telah beliau sampaikan itu adalah tauhid dan segala
sesuatu yang dicintai dan diridhai Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sedangkan kejelekan
yang beliau peringatkan adalah kesyirikan dan segala sesuatu yang dibenci dan
dimurkai Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutus beliau
kepada seluruh umat manusia, dan mewajibkan atas tsaqalain; jin dan manusia
untuk menaatinya.” (Al- Ushul Ats-Tsalatsah)
Beliau
juga berkata: “Dan jika kebahagiaan umat terdahulu dan yang akan datang karena
mengikuti para Rasul, maka dapatlah diketahui bahwa orang yang paling
berbahagia adalah yang paling berilmu tentang ajaran para Rasul dan paling
mengikutinya. Maka dari itu, orang yang paling mengerti tentang sabda para
Rasul dan amalan-amalan mereka serta benar-benar mengikutinya, mereka itulah sesungguhnya
orang yang paling berbahagia di setiap masa dan tempat. Dan merekalah golongan
yang selamat dalam setiap agama. Dan dari umat ini adalah Ahlus Sunnah wal
Hadits.” (Ad-Durar As- Saniyyah, 2/21).
Adapun
tentang syafaat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka beliau berkata –dalam
suratnya kepada penduduk Qashim: “Aku beriman dengan syafaat Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam, dan beliaulah orang pertama yang bisa memberi syafaat dan
juga orang pertama yang diberi syafaat. Tidaklah mengingkari syafaat Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam ini kecuali ahlul bid’ah lagi sesat.” (Tashhihu Khatha`in
Tarikhi Haula Al-Wahhabiyyah, hal. 118)
2.
Tuduhan: Melecehkan Ahlul Bait
Bantahan:
Beliau
berkata dalam Mukhtashar Minhajis Sunnah: “Ahlul Bait Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam mempunyai hak atas umat ini yang tidak dimiliki oleh selain
mereka. Mereka berhak mendapatkan kecintaan dan loyalitas yang lebih besar dari
seluruh kaum Quraisy…” (Lihat ‘Aqidah Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab As- Salafiyyah,
1/446)
Di
antara bukti kecintaan beliau kepada Ahlul Bait adalah dinamainya putra-putra
beliau dengan nama-nama Ahlul Bait: ‘Ali, Hasan, Husain, Ibrahim dan Abdullah.
3.
Tuduhan: Bahwa Beliau Sebagai Khawarij, Karena Telah Memberontak Terhadap Daulah
‘Utsmaniyyah.
Al-Imam Al-Lakhmi telah berfatwa bahwa
Al-Wahhabiyyah adalah salah satu dari kelompok sesat Khawarij ‘Ibadhiyyah,
sebagaimana disebutkan dalamkitab Al-Mu’rib Fi Fatawa Ahlil Maghrib, karya
Ahmad bin Muhammad Al-Wansyarisi, juz 11.
Bantahan:
Adapun
pernyataan bahwa Asy-Syaikh telah memberontak terhadap Daulah Utsmaniyyah, maka
ini sangat keliru. Karena Najd kala itu tidak termasuk wilayah teritorial
kekuasaan Daulah Utsmaniyyah[5]. Demikian pula sejarah mencatat bahwa kerajaan
Dir’iyyah belum pernah melakukan upaya pemberontakan terhadap Daulah ‘Utsmaniyyah.
Justru merekalah yang berulang kali diserang oleh pasukan Dinasti Utsmani. Lebih
dari itu Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab mengatakan – dalam kitabnya Al-
Ushulus Sittah: “Prinsip ketiga: Sesungguhnya di antara (faktor penyebab)
sempurnanya persatuan umat adalah mendengar lagi taat kepada pemimpin
(pemerintah), walaupun pemimpin tersebut seorang budak dari negeri Habasyah.” Dari
sini nampak jelas, bahwa sikap Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab terhadap
waliyyul amri (penguasa) sesuai dengan ajaran Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam, dan bukan ajaran Khawarij.
Mengenai
fatwa Al-Lakhmi, maka yang dia maksudkan adalah Abdul Wahhab bin Abdurrahman
bin Rustum dan kelompoknya, bukan Asy- Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan
para pengikutnya. Hal ini karena tahun wafatnya Al-Lakhmi adalah 478 H,
sedangkan Asy Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab wafat pada tahun 1206 H /Juni atau
Juli 1792 M. Amatlah janggal bila ada orang yang telah wafat, namun berfatwa
tentang seseorang yang hidup berabad- abad setelahnya. Adapun Abdul Wahhab bin
Abdurrahman bin Rustum, maka dia meninggal pada tahun 211 H. Sehingga amatlah
tepat bila fatwa Al-Lakhmi tertuju kepadanya. Berikutnya, Al-Lakhmi merupakan mufti
Andalusia dan Afrika Utara, dan fitnah Wahhabiyyah Rustumiyyah ini terjadi di
Afrika Utara. Sementara di masa Al-Lakhmi, hubungan antara Najd dengan
Andalusia dan Afrika Utara amatlah jauh. Sehingga bukti sejarah ini semakin
menguatkan bahwa Wahhabiyyah Khawarij yang diperingatkan Al-Lakhmi adalah Wahhabiyyah
Rustumiyyah, bukan Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan para pengikutnya[6].
Lebih
dari itu, sikap Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab terhadap kelompok Khawarij
sangatlah tegas. Beliau berkata –dalam suratnya untuk penduduk Qashim–:
“Golongan yang selamat itu adalah kelompok pertengahan antara Qadariyyah dan
Jabriyyah dalam perkara taqdir, pertengahan antara Murji`ah dan Wa’idiyyah (Khawarij)
dalam perkara ancaman Allah Subhanahu wa Ta’ala, pertengahan antara Haruriyyah
(Khawarij) dan Mu’tazilah serta antara Murji`ah dan Jahmiyyah dalam perkara
iman dan agama, dan pertengahan antara Syi’ah Rafidhah dan Khawarij dalam
menyikapi para shahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Lihat
Tashhihu Khatha`in Tarikhi Haula Al-Wahhabiyyah, hal 117). Dan masih banyak
lagi pernyataan tegas beliau tentang kelompok sesat Khawarij ini.
4.
Tuduhan: Mengkafirkan Kaum Muslimin dan Menghalalkan Darah Mereka.
Bantahan:
Ini
merupakan tuduhan dusta terhadap Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, karena
beliau pernah mengatakan: “Kalau kami tidak (berani) mengkafirkan orang yang
beribadah kepada berhala yang ada di kubah (kuburan/ makam) Abdul Qadir Jaelani
dan yang ada di kuburan Ahmad Al-Badawi dan sejenisnya, dikarenakan
kejahilanmereka dan tidak adanya orang yang mengingatkannya. Bagaimana mungkin
kami berani mengkafirkan orang yang tidak melakukan kesyirikan atau seorang
muslim yang tidak berhijrah ke tempat kami…?! Maha suci Engkau ya Allah,
sungguh ini merupakan kedustaan yang besar.” (Muhammad bin Abdul Wahhab
Mushlihun Mazhlumun Wa Muftara ‘Alaihi, hal. 203).
5.
Tuduhan: Wahhabiyyah Adalah Madzhab Baru dan Tidak Mau Menggunakan Kitab-Kitab
Empat Madzhab Besar Dalam Islam.
Bantahan:
Hal
ini sangat tidak realistis. Karena beliau mengatakan –dalam suratnya kepada
Abdurrahman As-Suwaidi–: “Aku kabarkan kepadamu bahwa aku –alhamdulillah–
adalah seorang yang berupaya mengikuti jejak Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam, bukan pembawa aqidah baru. Dan agama yang aku peluk adalah madzhab
Ahlus Sunnah Wal Jamaah yang dianut para ulama kaum muslimin semacam imam yang empat
dan para pengikutnya.” (Lihat Tash-hihu Khatha`in Tarikhi Haula Al-Wahhabiyyah,
hal. 75)
Beliau
juga berkata : dalam suratnya kepada Al-Imam Ash-Shan’ani: “Perhatikanlah
–semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala merahmatimu– apa yang ada pada Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, para shahabat sepeninggal beliau dan orang-orang
yang mengikuti mereka dengan baik hingga hari kiamat. Serta apa yang diyakini
para imam panutan dari kalangan ahli hadits dan fiqh, seperti Abu Hanifah,
Malik, Asy-Syafi’i dan Ahmad bin Hanbal –semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala meridhai
mereka–, supaya engkau bisa mengikuti jalan/ ajaran mereka.” (Ad-Durar As-
Saniyyah 1/136)
Beliau
juga berkata: “Menghormati ulama dan memuliakan mereka meskipun terkadang
(ulama tersebut) mengalami kekeliruan, dengan tidak menjadikan mereka sekutu
bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala, merupakan jalan orang-orang yang diberi nikmat
oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Adapun mencemooh perkataan mereka dan tidak
memuliakannya, maka ini merupakan jalan orang-orang yang dimurkai Allah
Subhanahu wa Ta’ala (Yahudi).” (Majmu’ah Ar-Rasa`il An- Najdiyyah, 1/11-12.
Dinukil dari Al-Iqna’, karya Asy-Syaikh Muhammad bin Hadi Al-Madkhali,
hal.132-133).
6.
Tuduhan: Keras Dalam Berdakwah (Inkarul Munkar)
Bantahan:
Tuduhan
ini sangat tidak beralasan. Karena justru beliaulah orang yang sangat perhatian
dalam masalah ini. Sebagaimana nasehat beliau kepada para pengikutnya dari
penduduk daerah Sudair yang melakukan dakwah (inkarul munkar) dengan cara
keras. Beliau berkata: “Sesungguhnya sebagian orang yang mengerti agama terkadang
jatuh dalam kesalahan (teknis) dalam mengingkari kemungkaran, padahal posisinya
di atas kebenaran. Yaitu mengingkari kemungkaran dengan sikap keras, sehingga
menimbulkan perpecahan di antara ikhwan… Ahlul ilmi berkata: ‘Seorang yang
beramar ma’ruf dan nahi mungkar membutuhkan tiga hal: berilmu tentang apa yang akan
dia sampaikan, bersifat belas kasihan ketika beramar ma’ruf dan nahi mungkar,
serta bersabar terhadap segala gangguan yang menimpanya.’ Maka kalian harus
memahami hal ini dan merealisasikannya. Sesungguhnya kelemahan akan selalu ada
pada orang yang mengerti agama, ketika tidak merealisasikannya atau tidak memahaminya.
Para ulama juga menyebutkan bahwasanya jika inkarul munkar akan menyebabkan
perpecahan, maka tidak boleh dilakukan. Aku mewanti-wanti kalian agar
melaksanakan apa yang telah kusebutkan dan memahaminya dengan sebaik-baiknya.
Karena, jika kalian tidak melaksanakannya niscaya perbuatan inkarul munkar kalian
akan merusak citra agama. Dan seorang muslim tidaklah berbuat kecuali apa yang
membuat baik agama dan dunianya.”(Lihat Muhammad bin Abdul Wahhab, hal. 176).
7.
Tuduhan: Muhammad Bin Abdul Wahhab Itu Bukanlah Seorang Yang Berilmu. Dia Belum
Pernah Belajar Dari Para Syaikh, dan Mungkin Saja Ilmunya Dari Setan![9]
Jawaban:
Pernyataan
ini menunjukkan butanya tentang biografi Asy-Syaikh, atau pura-pura buta dalam
rangka penipuan intelektual terhadap umat.
Bila
ditengok sejarahnya, ternyata beliau sudah hafal Al-Qur`an sebelum berusia 10
tahun. Belum genap 12 tahun dari usianya, sudah ditunjuk sebagai imam shalat
berjamaah. Dan pada usia 20 tahun sudah dikenal mempunyai banyak ilmu. Setelah
itu rihlah (pergi) menuntut ilmu ke Makkah, Madinah, Bashrah, Ahsa`, Bashrah
(yang kedua kalinya), Zubair, kemudian kembali ke Makkah dan Madinah.
Gurunya
pun banyak,[10] di antaranya adalah:
·
Di Najd: Asy-Syaikh Abdul Wahhab bin Sulaiman[11] dan Asy-Syaikh
Ibrahim bin Sulaiman.[12]
·
Di Makkah: Asy-Syaikh Abdullah bin Salim bin Muhammad Al-Bashri Al-Makki
Asy-Syafi’i.[13]
·
Di Madinah: Asy-Syaikh Abdullah bin Ibrahim bin Saif.[14]
Asy-Syaikh Muhammad Hayat bin Ibrahim As-Sindi Al-Madani,[15] Asy-Syaikh Isma’il
bin Muhammad Al-Ajluni Asy-Syafi’i,[16] Asy- Syaikh ‘Ali Afandi bin Shadiq
Al-Hanafi Ad-Daghistani,[17] Asy-Syaikh Abdul Karim Afandi, Asy- Syaikh
Muhammad Al Burhani, dan Asy-Syaikh ‘Utsman Ad- Diyarbakri.
·
Di Bashrah: Asy-Syaikh Muhammad Al-Majmu’i.[18]
·
Di Ahsa`: Asy-Syaikh Abdullah bin Muhammad bin Abdul Lathif
Asy-Syafi’i.
8.
Tuduhan: Tidak Menghormati Para Wali Allah, dan Hobinya Menghancurkan Kubah
atau Bangunan Yang Dibangun Di Atas Makam
Mereka.
Jawaban:
Pernyataan
bahwa Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab tidak menghormati para wali Allah
Subhanahu wa Ta’ala, merupakan tuduhan dusta. Beliau berkata –dalam suratnya
kepada penduduk Qashim–: “Aku menetapkan (meyakini) adanya karamah dan keluarbiasaan
yang ada pada para wali Allah Subhanahu wa Ta’ala, hanya saja mereka tidak
berhak diibadahi dan tidak berhak pula untuk diminta dari mereka sesuatu yang
tidak dimampu kecuali oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.”[19].
Adapun
penghancuran kubah atau bangunan yang dibangun di atas makam mereka, maka
beliau mengakuinya –sebagaimana dalam suratnya kepada para ulama Makkah–.[20]
Namun hal itu sangat beralasan sekali, karena kubah atau bangunan tersebut
telah dijadikan sebagai tempat berdoa, berkurban dan bernadzar kepada selain
Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sementara Asy- Syaikh sudah mendakwahi mereka dengan
segala cara, dan beliau punya kekuatan (bersama waliyyul amri) untuk
melakukannya, baik ketika masih di ‘Uyainah ataupun di Dir’iyyah.
Hal
ini pun telah difatwakan oleh para ulama dari empat madzhab. Sebagaimana telah
difatwakan oleh sekelompok ulama madzhab Syafi’i seperti Ibnul Jummaizi,
Azh-Zhahir At- Tazmanti dll, seputar penghancuran bangunan yang ada di
pekuburan Al-Qarrafah Mesir. Al-Imam Asy-Syafi’i sendiri berkata: “Aku tidak
menyukai (yakni mengharamkan) pengagungan terhadap makhluk, sampai pada tingkatan
makamnya dijadikan sebagai masjid.” Al-Imam An- Nawawi dalam Syarhul Muhadzdzab
dan Syarh Muslim mengharamkam secara mutlak segala bentuk bangunan di atas
makam. Adapun Al-Imam Malik, maka beliau juga mengharamkannya, sebagaimana yang
dinukilkan oleh Ibnu Rusyd. Sedangkan Al-Imam Az-Zaila’i (madzhab Hanafi) dalam
Syarh Al-Kanz mengatakan: “Diharamkan mendirikan bangunan di atas makam.” Dan
juga Al-Imam Ibnul Qayyim (madzhab Hanbali) mengatakan: “Penghancuran kubah
atau bangunan yang dibangun di atas kubur hukumnya wajib, karena ia dibangun di
atas kemaksiatan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Lihat Fathul
Majid Syarh Kitabit Tauhid karya Asy- Syaikh Abdurrahman bin Hasan
Alusy-Syaikh, hal.284-286).
Para
pembaca, demikianlah bantahan ringkas terhadap beberapa tuduhan miring yang
ditujukan kepada Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab. Untuk mengetahui
bantahan atas tuduhan- tuduhan miring lainnya, silahkan baca karya-karya tulis
Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, kemudian buku-buku para ulama lainnya
seperti:
·
Ad-Durar As-Saniyyah fil Ajwibah An-Najdiyyah, disusun oleh Abdurrahman
bin Qasim An-Najdi
·
Shiyanatul Insan ‘An Waswasah Asy-Syaikh Dahlan, karya Al- ‘Allamah
Muhammad Basyir As- Sahsawani Al-Hindi.
·
Raddu Auham Abi Zahrah, karya Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan Al- Fauzan,
demikian pula buku bantahan beliau terhadap Abdul Karim Al- Khathib.
·
Muhammad bin Abdul Wahhab Mushlihun Mazhlumun Wa Muftara ‘Alaihi,
karya Al-Ustadz Mas’ud An-Nadwi.
·
‘Aqidah Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab As Salafiyyah, karya
Dr. Shalih bin Abdullah Al-’Ubud.
·
Da’watu Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Bainal Mu’aridhin wal
Munshifin wal Mu`ayyidin, karya Asy-Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu, dsb..
Barakah
Dakwah Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab
Dakwah
Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab merupakan dakwah yang penuh barakah.
Buahnya pun bisa dirasakan hampir di setiap penjuru dunia Islam, bahkan di
dunia secara keseluruhan.
Di
Jazirah Arabia
Di
Jazirah Arabia sendiri, pengaruhnya luar biasa. Berkat dakwah tauhid ini mereka
bersatu yang sebelumnya berpecah belah. Mereka mengenal tauhid, ilmu dan ibadah
yang sebelumnya tenggelam dalam penyimpangan, kebodohan dan kemaksiatan. Dakwah
tauhid juga mempunyai peran besar dalam perbaikan akhlak dan muamalah yang membawa
dampak positif bagi Islam itu sendiri dan bagi kaum muslimin, baik dalam urusan
agama ataupun urusan dunia mereka.
Berkat
dakwah tauhid pula tegaklah Daulah Islamiyyah (di Jazirah Arabia) yang cukup
kuat dan disegani musuh, serta mampu menyatukan negeri-negeri yang selama ini
berseteru di bawah satu bendera. Kekuasaan Daulah ini membentang dari Laut
Merah (barat) hingga Teluk Arab (timur), dan dari Syam (utara) hingga Yaman (selatan),
daulah ini dikenal dalam sejarah dengan sebutan Daulah Su’udiyyah I. Pada tahun
1233 H/1818 M daulah ini diporak-porandakan oleh pasukan Dinasti Utsmani yang
dipimpin Muhammad ‘Ali Basya. Pada tahun 1238 H/1823 M berdiri kembali Daulah Su’udiyyah
II yang diprakarsai oleh Al-Imam Al-Mujahid Turki bin Abdullah bin Muhammad bin
Su’ud, dan runtuh pada tahun 1309 H/1891 M. Kemudian pada tahun 1319 H/1901 M berdiri kembali Daulah Su’udiyyah III yang
diprakarsai oleh Al-Imam Al-Mujahid Abdul ‘Aziz bin Abdurrahman bin Faishal bin
Turki Alu Su’ud. Daulah Su’udiyyah III ini kemudian dikenal dengan nama
Al-Mamlakah Al- ’Arabiyyah As-Su’udiyyah, yang dalam bahasa kita biasa disebut Kerajaan
Saudi Arabia. Ketiga daulah ini merupakan daulah percontohan di masa ini dalam
hal tauhid, penerapan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan
syariat Islam, keamanan, kesejahteraan dan perhatian terhadap urusan kaum
muslimin dunia (terkhusus Daulah Su’udiyyah III). Untuk mengetahui lebih jauh tentang
perannya, lihatlah kajian utama edisi ini/Barakah Dakwah Tauhid.
Di
Dunia Islam
Dakwah
tauhid Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab merambah dunia Islam, yang
terwakili pada Benua Asia dan Afrika, barakah Allah Subhanahu wa Ta’ala pun
menyelimutinya. Di Benua Asia dakwah tersebar di Yaman, Qatar, Bahrain,
beberapa wilayah Oman, India, Pakistan dan sekitarnya, Indonesia, Turkistan,
dan Cina. Adapun di Benua Afrika, dakwah Tauhid tersebar di Mesir, Libya,
Al-Jazair, Sudan, dan Afrika Barat. Dan hingga saat ini dakwah terus berkembang
ke penjuru dunia, bahkan merambah pusat kekafiran Amerika dan Eropa.
Pujian
Ulama Dunia terhadap Asy-Syaikh
Muhammad bin Abdul Wahhab dan Dakwah Beliau
Pujian
ulama dunia terhadap Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan dakwahnya amatlah
banyak. Namun karena terbatasnya ruang rubrik, cukuplah disebutkan sebagiannya
saja.
1.
Al-Imam Ash-Shan’ani (Yaman).
Beliau
kirimkan dari Shan’a bait-bait pujian untuk Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul
Wahhab dan dakwahnya. Bait syair yang diawali dengan :
Salamku
untuk Najd dan siapa saja yang tinggal sana. Walaupun salamku dari kejauhan
belum mencukupinya.
2.
Al-Imam Asy-Syaukani rahimahullahu
(Yaman).
Ketika
mendengar wafatnya Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, beliau layangkan
bait-bait pujian terhadap Asy-Syaikh dan dakwahnya.
Di
antaranya :
Telah
wafat tonggak ilmu dan pusat kemuliaan Referensi utama para pahlawan dan
orang-orang mulia. Dengan wafatnya, nyaris wafat pula ilmu-ilmu agama. Wajah
kebenaran pun nyaris lenyap ditelan derasnya arus sungai.
3.
Muhammad Hamid Al-Fiqi (Mesir).
Beliau
berkata :
“Sesungguhnya
amalan dan usaha yang beliau lakukan adalah untuk menghidupkan kembali semangat
beramal dengan agama yang benar dan mengembalikan umat manusia kepada apa yang
telah ditetapkan dalam Al-Qur`an…. dan apa yang dibawa Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam, serta apa yang diyakini para shahabat, para tabi’in dan para
imam yang terbimbing.”
4.
Dr. Taqiyuddin Al-Hilali (Irak).
Beliau
berkata:
“Tidak
asing lagi bahwa Al-Imam Ar-Rabbani Al- Awwab Muhammad bin Abdul Wahhab, benar-benar
telah menegakkan dakwah tauhid yang lurus. Memperbaharui (kehidupan umat
manusia) seperti di masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para
shahabatnya. Dan mendirikan daulah yang mengingatkan umat manusia kepada daulah
di masa Al- Khulafa` Ar-Rasyidin.”
5.
Asy-Syaikh Mulla ‘Umran bin ‘Ali Ridhwan (Linjah, Iran).
Beliau
–ketika dicap sebagai Wahhabi– berkata:
Jikalau
mengikuti Ahmad dicap sebagai Wahhabi. Maka kutegaskan bahwa aku adalah Wahhabi.
Kubasmi segala kesyirikan dan tiadalah ada bagiku. Rabb selain Allah Dzat Yang
Maha Tunggal lagi Maha Pemberi.
6.
Asy-Syaikh Ahmad bin Hajar Al-Buthami (Qatar).
Beliau berkata:
“Sesungguhnya Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul
Wahhab An-Najdi adalah seorang da’i tauhid, yang tergolong sebagai pembaharu
yang adil dan pembenah yang ikhlas bagi agama umat.”
7.
Al ‘Allamah Muhammad Basyir As-Sahsawani (India).
Kitab
beliau Shiyanatul Insan ‘An Waswasah Asy-Syaikh Dahlan, sarat akan pujian dan
pembelaan terhadap Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan dakwahnya.
8.
Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani (Syam).
Beliau
berkata:
“Dari apa yang telah lalu, nampaklah
kedengkian yang sangat, kebencian durjana, dan tuduhan keji dari para penjahat (intelektual)
terhadap Al-Imam Al Mujaddid Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab –semoga Allah
Subhanahu wa Ta’ala merahmatinya dan mengaruniainya pahala–, yang telah
mengeluarkan manusia dari gelapnya kesyirikan menuju cahaya tauhid yang murni…”
9.
Ulama Saudi Arabia.
Tak
terhitung banyaknya pujian merekaterhadap Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab
dan dakwahnya, turun-temurun sejak Asy-Syaikh masih hidup hingga hari ini.
Penutup
Akhir
kata, demikianlah sajian kami seputar Wahhabi yang menjadi momok di Indonesia
pada khususnya dan di dunia Islam pada umumnya. Semoga sajian ini dapat menjadi
penerang di tengah gelapnya permasalahan, dan pembuka cakrawala berfikir untuk
tidak berbicara dan menilai kecuali di atas pijakan ilmu.
Wallahu
a’lam bish-shawab.
Penulis:
Al-Ustadz Ruwaifi’ bin Sulaimi Lc
Sumber
: ebook.wikisunnah.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar