Planet
adalah benda langit yang memiliki ciri-ciri berikut:
- mengorbit
- mengelilingi bintang atau sisa-sisa bintang;
- mempunyai massa yang cukup untuk memiliki gravitasi tersendiri agar dapat mengatasi tekanan rigid body sehingga benda angkasa tersebut mempunyai bentuk kesetimbangan hidrostatik (bentuk hampir bulat);
- tidak terlalu besar hingga dapat menyebabkan fusi termonuklir terhadap deuterium di intinya; dan,
- telah "membersihkan lingkungan" (clearing the neighborhood; mengosongkan orbit agar tidak ditempati benda-benda angkasa berukuran cukup besar lainnya selain satelitnya sendiri) di daerah sekitar orbitnya
- Berdiameter lebih dari 800 km
Berdasarkan
definisi di atas, maka dalam sistem Tata
Surya terdapat delapan planet. Hingga 24
Agustus 2006, sebelum Persatuan Astronomi
Internasional (International Astronomical
Union = IAU) mengumumkan perubahan pada definisi "planet"
sehingga seperti yang tersebut di atas, terdapat sembilan planet termasuk Pluto, bahkan benda langit yang belakangan juga ditemukan sempat
dianggap sebagai planet baru, seperti: Ceres, Sedna,
Orcus, Xena,
Quaoar, UB 313.
Pluto, Ceres dan UB 313 kini berubah statusnya menjadi "planet
kerdil/katai."
Etimologi
Planet diambil dari kata dalam bahasa
Yunani Asteres Planetai yang artinya Bintang Pengelana.
Dinamakan demikian karena berbeda dengan bintang
biasa, Planet dari waktu ke waktu terlihat berkelana (berpindah-pindah)
dari rasi bintang yang satu ke rasi bintang yang lain. Perpindahan ini (pada
masa sekarang) dapat dipahami karena planet beredar mengelilingi matahari.
Namun pada zaman Yunani Kuno yang belum mengenal konsep heliosentris, planet
dianggap sebagai representasi dewa di langit. Pada saat itu yang dimaksud dengan
planet adalah tujuh benda langit: Matahari,
Bulan,
Merkurius,
Venus,
Mars, Jupiter
dan Saturnus. Astronomi modern menghapus Matahari
dan Bulan
dari daftar karena tidak sesuai definisi yang berlaku sekarang. Sebelumnya,
planet-planet anggota tata surya ada 9, yaitu Merkurius, Venus, Bumi, Mars,
Jupiter/Yupiter, Saturnus, Uranus, Neptunus, dan Pluto. Namun, tanggal 26
Agustus 2006, para ilmuwan sepakat untuk mengeluarkan Pluto dari daftar planet
sehingga jumlah planet di tata surya menjadi hanya 8.
Planet
Dalam Tata Surya
Menurut IAU (Persatuan
Astronomi Internasional) sesuai dengan defenisi yang baru, maka terdapat
delapan planet dalam sistem Tata Surya:
- Merkurius
- Venus
- Bumi
- Mars
- Yupiter
- Saturnus
- Uranus
- Neptunus
Sejalan dengan
berkembangnya ilmu pengetahuan, pengertian istilah “planet” berubah dari
“sesuatu” yang bergerak melintasi langit (relatif terhadap latar belakang
bintang-bintang yang “tetap”), menjadi benda yang bergerak mengelilingi Bumi.
Ketika model heliosentrik mulai mendominasi pada abad ke-16, planet mulai
diterima sebagai “sesuatu” yang mengorbit Matahari, dan Bumi hanyalah sebuah
planet. Hingga pertengahan abad ke-19, semua obyek apa pun yang ditemukan
mengitari Matahari didaftarkan sebagai planet, dan jumlah “planet” menjadi
bertambah dengan cepat di penghujung abad itu.
Selama 1800-an,
astronom mulai menyadari bahwa banyak penemuan terbaru tidak mirip dengan
planet-planet tradisional. Obyek-obyek seperti Ceres, Pallas
dan Vesta,
yang telah diklasifikasikan sebagai planet hingga hampir setengah abad,
kemudian diklasifikan dengan nama baru "asteroid".
Pada titik ini, ketiadaan definisi formal membuat "planet" dipahami
sebagai benda 'besar' yang mengorbit Matahari.
Tidak ada keperluan untuk menetapkan batas-batas definisi karena ukuran antara
asteroid dan planet begitu jauh berbeda, dan banjir penemuan baru tampaknya
telah berakhir.
Namun pada abad ke-20,
Pluto ditemukan. Setelah pengamatan-pengamatan awal mengarahkan pada dugaan
bahwa Pluto berukuran lebih besar dari Bumi, IAU
(yang baru saja dibentuk) menerima obyek tersebut sebagai planet. Pemantauan
lebih jauh menemukan bahwa obyek tersebut ternyata jauh lebih kecil dari dugaan
semula, tetapi karena masih lebih besar daripada semua asteroid yang diketahui,
dan tampaknya tidak eksis dalam populasi yang besar, IAU tetap
mempertahankan statusnya selama kira-kira 70 tahun.
Pada 1990-an dan awal
2000-an, terjadi banjir penemuan obyek-obyek sejenis Pluto di daerah
yang relatif sama. Seperti Ceres dan asteroid-asteroid
pada masa sebelumnya, Pluto ditemukan hanya sebagai benda kecil dalam sebuah
populasi yang berjumlah ribuan. Semakin banyak astronom yang meminta agar Pluto
didefinisi ulang dari sebuah planet seiring bertambahnya penemuan obyek-obyek
sejenis. Penemuan Eris, sebuah obyek
yang lebih masif daripada Pluto, dipublikasikan secara luas sebagai planet
kesepuluh, membuat hal ini semakin mengemuka. Akhirnya pada 24 Agustus 2006,
berdasarkan pemungutan suara, IAU membuat definisi planet yang baru.
Jumlah planet dalam Tata Surya berkurang menjadi 8 benda besar yang berhasil
“membersihkan lingkungannya” (Merkurius, Venus, Bumi, Mars, Yupiter, Saturnus,
Uranus dan Neptunus), dan sebuah kelas baru diciptakan, yaitu planet katai,
yang pada awalnya terdiri dari tiga obyek, Ceres, Pluto dan Eris.
Sejarah Nama-Nama Planet
Lima planet terdekat ke
Matahari selain Bumi (Merkurius, Venus,
Mars,
Yupiter
dan Saturnus)
telah dikenal sejak zaman dahulu karena mereka semua bisa dilihat dengan mata
telanjang. Banyak bangsa di dunia ini memiliki nama sendiri untuk masing-masing
planet (lihat tabel nama planet di bawah). Pada abad ke-6 SM, bangsa Yunani
memberi nama Stilbon (cemerlang) untuk Planet Merkurius, Pyoroeis
(berapi) untuk Mars, Phaethon (berkilau) untuk Jupiter, Phainon
(Bersinar) untuk Saturnus. Khusus planet Venus memiliki dua nama yaitu Hesperos
(bintang sore) dan Phosphoros (pembawa cahaya). Hal ini terjadi karena
dahulu planet Venus yang muncul di pagi dan di sore hari dianggap sebagai dua
objek yang berbeda.
Pada abad ke-4 SM, Aristoteles
memperkenalkan nama-nama dewa dalam mitologi untuk planet-planet ini. Hermes
menjadi nama untuk Merkurius, Ares
untuk Mars, Zeus
untuk Jupiter, Kronos
untuk Saturnus dan Aphrodite untuk Venus.
Pada masa selanjutnya
di mana kebudayaan Romawi
menjadi lebih berjaya dibanding Yunani, semua nama planet dialihkan menjadi
nama-nama dewa mereka. Kebetulan dewa-dewa dalam mitologi Yunani mempunyai
padanan dalam mitologi Romawi sehingga planet-planet tersebut dinamai dengan
nama yang kita kenal sekarang.
Hingga masa sekarang,
tradisi penamaan planet menggunakan nama dewa dalam mitologi Romawi masih
berlanjut. Namun demikian ketika planet ke-7 ditemukan, planet ini diberi nama
Uranus yang merupakan nama dewa Yunani. Dinamakan Uranus karena Uranus adalah
ayah dari |Kronos (Saturnus). Mitologi Romawi sendiri tidak memiliki padanan
untuk dewa Uranus. Planet ke-8 diberi nama Neptunus, dewa laut dalam mitologi
Romawi.
Pluto
Pluto dan tiga
satelitnya: Charon, Nix dan Hydra.
Pluto (nama resmi: 134340) adalah sebuah planet katai
(dwarf planet) dalam Tata Surya. Sebelum 24 Agustus
2006, Pluto berstatus sebagai sebuah planet dan
setelah pengukuran, merupakan planet terkecil dan terjauh (urutan kesembilan)
dari matahari.
Pada 7 September 2006, nama Pluto diganti dengan nomor saja, yaitu 134340.
Nama ini diberikan oleh Minor Planet Center (MPC),
organisasi resmi yang bertanggung jawab dalam mengumpulkan data tentang
asteroid dan komet dalam tata surya kita.
Pada 1978 Pluto diketahui memiliki satelit yang berukuran
tidak terlalu kecil darinya bernama Charon
(berdiameter 1.196 km). Kemudian ditemukan lagi satelit lainnya, Nix dan Hydra.
Setelah 75 tahun semenjak ditemukan, Pluto masih terbalut
misteri. Saat ini wahana nirawak New Horizons
telah diluncurkan untuk meneliti Pluto dan diperkirakan akan mendekati Pluto
dalam jarak terkecil pada Juli 2015.
Statistik
Sejak ditemukan oleh Clyde William Tombaugh, seorang
astronom muda di Observatorium Lowell, pada 18 Februari 1930, Pluto kemudian menjadi salah satu anggota dari Tata
Surya yang paling jauh letaknya.
Jarak Pluto dengan matahari adalah 5.900,1 juta kilometer. Pluto memiliki diameter yang mencapai 2.486 km dan
memiliki massa 0,002 massa Bumi. Periode rotasi Pluto adalah 6,39 hari, sedangkan periode revolusi adalah 248,4 tahun. Bentuk
Pluto mirip dengan Bulan dengan atmosfer yang mengandung metan. Suhu permukaan Pluto berkisar -233oCelsius sampai dengan-223o Celsius, sehingga sebagian
besar berwujud es.
Status Pluto Sebagai Planet
Pluto sebenarnya ditemukan lantaran adanya teori mengenai
planet kesembilan dalam sistem tata surya.
Setelah Clyde Tombaugh mampu menunjukkan bukti-bukti
nyata dalam penelitiannya, akhirnya Pluto resmi menjadi salah satu planet yang
menentukan rotasi galaksi ini.
Pada saat Pluto ditemukan, ia hanya diketahui sebagai satu-satunya
objek angkasa yang berada setelah Neptunus. Kemudian, Charon, satelit yang mengelilingi Pluto
sempat dikira sebagai planet yang sebenarnya. Akhirnya keberadaan satelit
Charon ini semakin menguatkan status Pluto sebagai planet
Akan tetapi, para astronom kemudian menemukan sekitar
1.000 objek kecil lain di belakang Neptunus (disebut objek
trans-Neptunus) yang juga mengelilingi Matahari. Di sana mungkin ada sekitar 100.000
objek serupa yang dikenal sebagai objek Sabuk Kuiper (Sabuk Kuiper
adalah bagian dari objek-objek trans-Neptunus). Belasan benda langit termasuk
dalam Obyek Sabuk Kuiper di antaranya Quaoar (1.250 km pada Juni 2002), Huya (750 km pada Maret 2000), Sedna (1.800 km pada Maret 2004), Orcus, Vesta, Pallas, Hygiea, Varuna dan Haumea (1.500 km pada Mei 2004).
Penemuan 2003 EL61 cukup menghebohkan karena Obyek Sabuk
Kuiper ini diketahui juga memiliki satelit pada Januari 2005 meskipun berukuran
lebih kecil daripada Pluto. Dan puncaknya adalah penemuan UB 313 (2.700 km pada Oktober 2003) yang diberi nama Xena oleh penemunya. Selain lebih besar dari Pluto, obyek ini
juga memiliki satelit.
Pluto sendiri, dengan orbit memanjangnya yang aneh,
memiliki perilaku lebih mirip objek Sabuk Kuiper daripada sebuah planet,
demikian anggapan beberapa astronom. Orbit Pluto yang berbentuk elips tumpang
tindih dengan orbit Neptunus. Orbitnya terhadap Matahari juga terlalu
melengkung dibandingkan delapan objek yang diklasifikasikan sebagai planet.
Pluto juga berukuran amat kecil, bahkan lebih kecil daripada Bulan, sehingga
terlalu kecil untuk disebut planet.
Setelah Tombaugh wafat tahun 1997, beberapa astronom
menyarankan agar International
Astronomical Union, sebuah badan yang mengurusi penamaan dan penggolongan benda langit,
menurunkan pangkat Pluto bukan lagi sebagai planet. Selain itu beberapa
astronom juga tetap ingin menerima Pluto sebagai sebuah planet. Alasannya,
Pluto memiliki bentuk bundar seperti planet, sedangkan komet dan asteroid
cenderung berbentuk tak beraturan. Pluto juga mempunyai atmosfer dan musim
layaknya planet.
Pada 24 Agustus 2006, dalam sebuah pertemuan Persatuan
Astronomi Internasional, 3.000 ilmuwan astronomi memutuskan untuk mengubah
status Pluto menjadi "planet katai"
bersama-sama dengan sejumlah benda langit lainnya.
Asal-Usul Nama
Mengenai masalah ini juga sempat menjadi kontroversi.
Karena sempat membuat banyak pihak saling berselisih paham. Banyak yang bilang
nama ini berasal dari karakter anjing dalam komik Walt Disney. Kenyataan
bahwa komik tersebut memulai debutnya pada tahun yang sama dengan penemuan
benda angkasa tersebut oleh manusia dipercaya banyak pihak sebagai salah satu
alasannya.
Nama Pluto juga merupakan nama seorang dewa dari kebudayaan Romawi yang menguasai dunia kematian
(Hades dalam kebudayaan Yunani). Nama ini diberikan mungkin karena benda
angkasa ini sama gelap dan dinginnya dengan dewa tersebut,selain juga misteri
yang menyelimutinya.
Ternyata banyak nama lain yang pernah ditolak untuk
menamai planet baru tersebut. Salah satunya adalah Minerva, yang berarti dewi
ilmu pengetahuan. Alasannya jelas, karena nama tersebut sudah dipergunakan
untuk hal yang lain. Lalu ada nama Constante, merujuk pada nama pendiri
observatorium tempat Clyde bekerja, Constante Lowell. Namun pemberian nama
Lowell juga ditolak secara perlahan-lahan.
Diselimuti Misteri
Hingga kini bisa dibilang Pluto adalah salah satu benda
angkasa yang paling jarang diteliti manusia. Berbagai alasan menyebabkan
berbagai proyek untuk meneliti Pluto terhenti.
Wahana Peneliti
Salah satu penelitian yang cukup serius akhirnya digelar
juga untuk melihat Pluto, yaitu penelitian pihak AS melalui NASA, yang
mengirimkan satu set pesawat tanpa awak untuk mendata daerah permukaan Pluto,
karakteristik geografi dan geomorfologi secara global dan mencari data struktur
atmosfer yang melingkupi Pluto.
Sebuah ekspedisi yang dinamakan Pluto Express
direncanakan mulai meluncur ke angkasa pada Desember 2004 dan direncanakan tiba
di Pluto paling lama pada tahun 2008, namun ekspedisi ini akhirnya dibatalkan
pada tahun 2000 karena masalah dana dan digantikan
sebuah misi baru bernama New Horizons (diluncurkan
Januari 2006). Pesawat ini akan melintasi Pluto dan Charon, satelit alaminya
dan kemudian mengirimkan foto-foto ke Bumi. Salah satu studi yang akan
dilakukan Horizons mencakup masalah atmosfer yang ada di lapisan satelit
Pluto tersebut. New Horizons juga direncanakan akan terbang menuju Sabuk Kuiper.
Hingga kini dipercaya Pluto memiliki sifat atmosfer yang
paling asli semenjak memisahkan diri dari matahari. Lapisan atmosfer ini juga
dikenal sebagai lapisan paling dingin yang pernah dimasuki sebuah pesawat misi
angkasa luar dari bumi.
Selamat Tinggal Pluto!
Mulai Kamis (24/8) jangan pernah terpeleset mengucapkan Planet Pluto. Karena
sejak hari itu, Pluto sudah tidak lagi berhak menyandang predikat sebagai
planet. Sidang Umum Himpunan Astronomi
Internasional (International Astronomical Union/IAU) Ke-26 di Praha, Republik
Ceko, yang berakhir 25 Agustus, menghasilkan keputusan bersejarah dalam dunia
astronomi dengan mengeluarkan Pluto dari daftar planet-planet di Tata Surya
kita. Mulai sekarang, anggota Tata Surya hanya terdiri dari delapan planet,
yakni Merkurius, Venus, Bumi, Mars, Jupiter, Saturnus, Uranus, dan Neptunus.
Keputusan mengeluarkan Pluto yang sudah menjadi anggota Keluarga
Planet Tata Surya selama 76 tahun merupakan konsekuensi ditetapkannya definisi
baru tentang planet. Resolusi 5A Sidang Umum IAU Ke-26 berisi definisi baru
itu.
Dalam resolusi tersebut dinyatakan, sebuah benda langit bisa
disebut planet apabila memenuhi tiga syarat, yakni mengorbit Matahari,
berukuran cukup besar sehingga mampu mempertahankan bentuk bulat, dan memiliki
jalur orbit yang jelas dan "bersih" (tidak ada benda langit lain di
orbit tersebut).
Definisi tersebut adalah definisi universal pertama tentang planet
sejak istilah planet dikenal di kalangan astronom, bahkan sebelum era Nicolaus
Copernicus yang tahun 1543 membuktikan Bumi adalah salah satu planet yang
berputar mengelilingi Matahari.
Dengan definisi baru tersebut, Pluto tidak berhak menyandang nama
planet karena tidak memenuhi syarat yang ketiga. Orbit Pluto memotong orbit
planet Neptunus sehingga dalam perjalanannya mengelilingi Matahari, Pluto
kadang berada lebih dekat dengan Matahari dibandingkan Neptunus.
Planet Kerdil
Pluto kemudian masuk dalam keluarga baru
yang disebut planet kerdil atau planet katai (dwarf planets). Keluarga ini
beranggotakan Pluto dan benda-benda langit lain di Tata Surya yang mirip dengan
Pluto, termasuk di dalamnya asteroid terbesar Ceres, satelit Pluto, Charon, dan
beberapa benda langit lain yang baru saja ditemukan.
Menurut Direktur Observatorium Bosscha
di Lembang, Jawa Barat, Dr Taufiq Hidayat, keputusan Sidang Umum IAU tersebut
adalah puncak perdebatan ilmiah dalam astronomi yang sudah berlangsung sejak
awal 1990-an lalu. Perdebatan tersebut dipicu berbagai penemuan baru yang
menimbulkan keraguan apakah Pluto masih layak disebut planet atau tidak.
"Karakteristik Pluto memang berbeda
dengan planet-planet lainnya. Bahkan komposisi kimianya lebih menyerupai komet
daripada planet," ungkap astronom yang mendalami bidang ilmu-ilmu planet
ini.
Selain itu, perkembangan teknologi
teleskop juga membawa pada penemuan berbagai benda langit yang masuk dalam
kelompok Obyek Sabuk Kuiper (Kuiper Belt Object/KBO). Sabuk Kuiper sendiri
adalah sebutan untuk wilayah di luar orbit planet Neptunus hingga jarak 50
Satuan Astronomi (SA/1 Satuan Astronomi = jarak rata-rata Matahari-Bumi, yakni sekitar
149,6 juta kilometer) dari Matahari.
Beberapa KBO sangat menarik perhatian
karena berukuran hampir sama atau bahkan lebih besar daripada Pluto (diameter
2.300 km) dan ada yang memiliki satelit atau "bulan". Beberapa obyek
tersebut, antara lain, Quaoar (diameter 1.000 km-1.300 km), Sedna (1.180 km-
1.800 km), dan yang paling terkenal adalah obyek bernama 2003 UB313 yang
ditemukan Michael Brown dari California Institute of Technology (Caltech) pada
2003 lalu. Obyek yang dijuluki Xena tersebut memiliki diameter 2.400 km, yang
berarti lebih besar daripada Pluto. Xena sempat dihebohkan sebagai planet ke-10
Tata Surya.
Sejak saat itu, lanjut Taufiq, terjadi
perbedaan pendapat di kalangan astronom. "Pilihannya adalah memasukkan
Ceres, Charon, dan 2003 UB313 ke dalam keluarga planet sehingga jumlah planet
menjadi 12, atau mengeluarkan Pluto. Akhirnya pilihan kedua yang
disepakati," tutur mantan Ketua Jurusan Astronomi Institut Teknologi
Bandung ini.
Kesepakatan itu sendiri bukannya datang
dengan mudah. Taufiq mengatakan, pengambilan keputusan itu bahkan dicapai
dengan cara pemungutan suara di antara para anggota IAU yang hadir setelah
didahului perdebatan yang sangat sengit. Empat astronom senior dari Indonesia
turut serta dalam Sidang Umum IAU tersebut, yakni Jorga Ibrahim, Iratius
Radiman, Suryadi Siregar, dan Ny Permana Permadi. Mereka belum bisa
diwawancarai karena belum kembali di Tanah Air sampai tulisan ini dibuat.
Kontroversi
Keputusan melepas status planet dari
Pluto tentu saja sangat mengejutkan semua pihak. "Kata 'planet' dan
gagasan tentang planet bisa menjadi sangat emosional karena itu adalah hal yang
kita pelajari sejak kita masih kanak-kanak," ungkap Richard Binzel,
profesor ilmu-ilmu planet dari Massachusetts Institute of Technology (MIT) yang
menentang "pemecatan" Pluto, seperti dikutip Associated Press.
Orang paling terpukul dengan keputusan
ini adalah Patricia Tombaugh (93), janda Clyde Tombaugh, ilmuwan yang menemukan
Pluto pada 18 Februari 1930. "Ini sangat mengecewakan dan sangat
membingungkan. Saya tidak tahu bagaimana harus menghadapi ini, rasanya seperti
kehilangan pekerjaan," tuturnya kepada AP dari rumahnya di Las Cruces, New
Mexico.
Beberapa pihak memprediksi debat
mengenai status Pluto tidak akan berakhir di sini. Alan Stern, ketua misi
pesawat ruang angkasa NASA, New Horizon, yang diluncurkan ke Pluto, Januari
lalu, mengaku merasa "malu" terhadap keputusan itu. Meski demikian,
misi senilai 700 juta dollar AS dan baru akan tiba di Pluto pada 2015 itu tetap
akan dilanjutkan. "Ini benar-benar sebuah definisi yang ceroboh. It's bad
science. Ini belum selesai," ujar Stern.
Wajar
Wajar saja pencopotan gelar planet dari
Pluto memicu reaksi yang emosional. Pluto selama ini memiliki tempat tersendiri
di hati para astronom, baik yang profesional maupun amatir. Pluto sering
dianggap "Si Bungsu dari Tata Surya" karena jaraknya yang terjauh
dari Matahari dan ditemukan paling akhir dibandingkan delapan planet lainnya.
Orbit Pluto yang sangat lonjong dan
tidak sejajar dengan bidang lintasan planet lainnya juga membuat planet ini
unik. Pluto juga sempat dianggap sebagai jawaban dari misteri Planet X, sebuah
planet hipotetis yang diduga ada di luar orbit Neptunus dan menyebabkan
gangguan pada orbit planet Uranus dan Neptunus. Meski ukuran Pluto kemudian
terbukti terlalu kecil untuk menjadi Planet X, dugaan tersebut menjadi bagian
dari legenda Pluto.
Selain itu, keputusan pencabutan Pluto
dari keluarga planet Tata Surya ini juga membawa konsekuensi perubahan seluruh
buku pelajaran, kamus astronomi, buku pintar, dan ensiklopedia di dunia yang
sudah terlanjur mencantumkan Pluto sebagai planet ke-9. Bayangkan kerepotan
yang akan terjadi.
Namun, Taufiq Hidayat mengatakan, inilah
konsekuensi dari perkembangan ilmu pengetahuan. Perubahan definisi planet dan
keluarnya Pluto dari keluarga planet hanyalah sebuah pengingat bagi kita semua
bahwa ilmu pengetahuan yang kita pahami dan kita yakini kebenarannya sekarang
ini bukanlah sebuah kesimpulan final. Masih banyak kebenaran yang belum kita
temukan.
Seperti yang selalu dikutip dalam serial
film televisi X-Files, the truth is out there....
Sumber : www.wikipedia.org dan www.fisikanet.lipi.go.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar