Jumat, 03 Mei 2013

Freemasonry



Lambang Freemasonry, berupa Mistar dan Jangka, kadangkala dengan atau tanpa huruf G.
Freemasonry adalah sebuah organisasi persaudaraan yang asal-usulnya tidak jelas antara akhir abad ke-16 hingga awal abad ke-17. Freemasonry kini ada dalam beragam bentuk di seluruh dunia dengan jumlah anggota diperkirakan sekitar 6 juta orang, termasuk 150000 orang di bawah yurisdiksi Loji Besar Skotlandia dan Loji Besar Irlandia, lebih dari seperempat juga orang di bawah yurisdiksi Loji Besar Bersatu Inggris dan kurang dari dua juta orang di Amerika Serikat.
Organisasi Freemasonry tidak memunyai pusat dan setiap negara memunyai organisasi yang berdiri sendiri. Sekalipun demikian setiap organisasi Freemasonry di mana pun akan mempunyai nomor pendirian dan berhubungan satu dengan lainnya. Freemasonry juga mempunyai Master tertinggi yang merupakan master tertinggi dari seluruh Master Freemasonry yang bertugas melakukan koordinasi seluruh Freemasonry yang ada di dunia.
Organisasi ini diatur menjadi Loji-Loji Besar atau kadang-kadang Orient yang mandiri, yang masing-masing memiliki yurisdiksinya tersendiri, yang terdiri atas Loji bawahan atau konstituen. Berbagai Loji Besar dapat mengakui atau tidak mengakui satu sama lain berdasarkan Prinsip Mason (sebuah Loji Besar bisanya menganggap Loji Besar lainnya yang memiliki prinsip yang sama sebagai Loji reguler, dan mereka yang tidak sama dianggap sebagai Logi "tak reguler" atau Loji "gelap").
Freemasonry merupakan organisasi yang tertutup dan ketat dalam penerimaan anggota barunya. Organisasi ini bukan merupakan organisasi agama dan tidak berdasarkan pada teologi apapun. Tujuan utamanya adalah membangun persaudaraan dan pengertian bersama akan kebebasan berpikir dengan standar moral yang tinggi. Freemasonry sendiri adalah simbolisasi dari pengertian pekerja keras yang memunyai kebebasan berpikir. Kata mason berasal dari bahasa Perancis, maçon, yang artinya "tukang batu". Sekalipun organisasi ini merupakan organisasi hanya bagi kaum laki-laki namun kini sudah banyak pula kelompok Freemasonry wanita.
Ada juga lembaga tambahan, yang merupakan organisasi yang terkait dengan cabang utama Freemasonry, namun dengan administrasinya sendiri.

Sejarah
Bagaimana terbentuk dan kapan mulai dibentuknya organisasi sekuler ini, pihak Freemasonry sendiri masih belum bisa menentukan. Banyak dugaan gerakan kebebasan berpikir dan anti dogma (terutama terhadap agama) ini sudah ada sejak sebelum abad pertengahan. Bukti ini didapatkan dari ditemukannya manuskrip dari sebuah perusahaan bangunan Inggris. Manuskrip itu berisi konstitusi dan aturan-aturan organisasi, landasan hukum, serta hak dan kewajiban anggota. Data-data ini yang di kemudian hari merupakan dasar pembentukan organisasi yang digunakan oleh Freemason, dan masih digunakan hingga saat ini. Selain itu, terdapat pula sebuah puisi Inggris yang dikenal sebagai "manuskrip Regius" yang bertahun 1390 dan merupakan naskah Mason tertua. Dengan begitu secara resmi sejarah Freemasonry adalah berasal dari Inggris, sekalipun banyak sekali publikasi yang ditulis oleh bukan dari kelompok Freemasonry yang membuat spekulasi bahwa Freemasonry berasal dari banyak tempat lain.
Ada bukti yang menunjukkan bahwa ada Loji-Loji Mason yang berdiri di Skotlandia sejak awal abad ke-16(contohnya Loji Kilwinning, Skotlandia, memiliki catatan sejak akhir abad ke-16, dan disebutkan dalam Statuta Schaw Kedua (1599) yang merinci bahwa "ye warden of ye lug of Kilwynning [...] tak tryall of ye airt of memorie and science yrof, of everie fellowe of craft and everie prenteiss according to ayr of yr vocations"). Ada sejumlah rujukan jelas mengenai keberadaan Loji-Loji di Inggris pada pertengahan abad ke-17.
Loji Besar pertama, yaitu Loji Besar Inggris (bahasa Inggris: Grand Lodge of England atau GLE), didirikan pada 24 Juni 1717, ketika empat Loji yang sudah lebih dulu berdiri di London berkumpul pada acara makan malam bersama. Loji ini degan cepat berkembang menjadi badan regulator, dan banyak Loji Inggris bergabung ke dalamnya. Akan tetapi, beberapa Loji tidak menyukai beberapa modernisasi yang lakukan oleh GLE, misalnya pembuatan Derajat Ketiga. Akhirnya Loji-Loji itu membentuk sebuah Loji Besar tandingan pada 17 Juli 1751, yang mereka sebut "Loji Besar Antient Inggris." Dua Loji Besar ini saling bersaing demi supremasi – dikenal sebagai "Modern" (GLE) melawan "Antient" (atau "Kuno") – hingga akhirnya mereka bersatu pada 25 November 1813 dan membentuk Loji Besar Bersatu Inggris (bahasa Inggris: United Grand Lodge of England atau UGLE).
Loji Besar Irlandia dan Loji Besar Skotlandia didirikan pada tahun 1725 dan 1736. Freemasonry kemudian menyebar ke daerah koloni Britania di Amerika Utara pada tahun 1730-an – dengan "Antient" dan "Modern" (selain juga Loji Besar Irlandia dan Skotlandia) mendirikan sejumlah Loji bawahan atau Loji "saudara", serta mendirikan Loji-Loji Besar Daerah. Loji pertama Amerika berdiri di Philladelphia di bawah binaan dari Masonic Grand Lodge England dengan Benjamin Franklin sebagai master yang pertama. Seusai Revolusi Amerika, banyak Loji Besar AS yang berdiri di tiap negara bagian. Beberapa gagasan dikemukakan untuk mendirikan "Loji Besar Amerika Serikat", dengan George Washington (yang merupakan anggota Loji Virginia) sebagai Master Besar pertama, namun ide ini hanya muncul sebentar. Berbagai Loji Besar di negara-negara bagian tidak bersedia mengurangi otoritas mereka dengan menyepakati lembaga semacam itu.
Meskipun tidak ada perbedaan besar dalam Freemansory yang dilaksanakan oleh Loji-Loji yang dibawahi oleh Antient maupun Modern, sisa-sisa pembagian ini masih dapat dilihat dalam nama dari sebagian besar Loji, F.& A.M. merupakan Free and Accepted Masons ("Mason Bebas dan Diterima") dan A.F.& A.M. adalah Antient Free and Accepted Masons ("Mason Antient yang Bebas dan Diterima").
Yurisdiksi tertua di benua Eropa, yaitu Grand Orient de France (GOdF), didirikan pada tahun 1733. Akan tetapi, sebagian besar yurisdiksi berbahasa Inggris menghentikan hubungan resmi dengan GOdF sekitar tahun 1877, ketika (menyusul Kongres Lausanne 1875) GOdF menghapuskan syarat bahwa anggotanya harus mempercayai tuhan atau dewa. Saat ini Grande Loge Nationale Française (GLNF) adalah satu-satunya Loji Besar Prancis yang memiliki hubungan baik reguler dengan UGLE dan banyak yurisdiksi sesuainya di seluruh dunia.
Karena sejarahnya itu, Freemansory seringkali disebut memiliki dua cabang yang saling tidak memiliki hubungan baik reguler:
  • UGLE dan tradisi yurisdiksi yang sesuai (sebagian besar disebut Loji Besar) dalam hubungan baik, dan
  • GOdF, tradisi yurisdiksi Eropa Daratan (seringkali disebut Orient Besar) dalam hubungan baik.
Di kebanyakan negara Latin, Freemansory Kontinental bergaya GOdF lebih menonjol meskipun di sebagian besar negara Latin ini ada juga Loji Besar yang memiki hubungan baik reguler dengan UGLE dan komunitas Loji Besar di seluruh dunia yang sama-sama memiliki "hubungan persaudaraan" reguler dengan UGLE. Sedangkan yang lainnya, dilihat dari sebagian besar Freemansory, cenderung lebih mengikuti gaya UGLE, meskipun tetap ada sejumlah perbedaan kecil.

Struktur Organisasi
Loji-Loji Besar dan Orient-orient Besar merupakan lembaga independen dan mandiri yang mengelola kemasonan di negara, daerah, atau wilayah yang bersangkutan (disebut yurisdiksi).Tidak ada bukti mengenai keberadaan satu lembaga tunggal yang menaungi Freemasonry di seluruh dunia; hubungan antar yuridiksi yang berbeda dilakukan hanya berdasarkan pengakuan bersama.

Regularitas
Regularitas adalah mekanisme konstitusional dimana Loji Besar atau Orient Besar saling memberikan pengakuan bersama satu sama lain. Pengakuan ini memungkinkan hubungan formal pada tingkat Loji Besar, dan memberi kesempatan kepada para anggota Freemasonry untuk menghadiri rapat Loji di yurisdiksi lain yang telah diakui. Sebaliknya, regularitas melarang hubungan dengan Loji yang bukan Loji reguler. Sebuah Loji Besar Mason biasanya memiliki daftar berisi yurisdiksi dan Loji lain yang telah mereka akui dan dengan demikian mereka anggap sebagai Loji reguler.
Loji Besar dan Orient Besar yang saling memberikan pengakuan dan mengizinkan intervisitasi dikatakan berada dalam hubungan persahabatan. Sejauh yang diperhatikan oleh UGLE, regularitas didasarkan pada kepatuhan terhadap sejumlah prinsip dasar ("Tanda"), yang ditetapkan dalam Konstitusi UGLE dan Kontitusi dari Loji-Loji Besar yang dengannya mereka memiliki hubungan persahabatan. Bahkan dalam definisi ini ada beberapa variasi mengenai jumlah dan isi Tanda pada masing-masing yurisdiksi. Sementara kelompok Mason lainnya dikelola secara berbeda.
Masing-masing dari dua cabang utama Freemasonry menganggap Loji-Loji yang berada di bawah cabang yang bersangkutan sebagai "reguler" sedangkan Loji yang ada di cabang lainnya sebagai "tak reguler." Akan tetapi, cabang UGLE sangat besar sehingga banyak Loji Besar dan Orient Besar yang memiliki hubungan persahabatan dengan UGLE biasanya secara umum dianggap sebagai kemasonan "reguler" (atau "Aliran Utama"), sedangkan Loji Besar dan Orient Besar yang memiliki hubungan persahabatan dengan GOdF biasanya dianggap sebagai kemasonan "liberal" atau "tak reguler". Isu ini diperparah oleh fakta bahwa penggunaan "Loji" versus "Orient" saja tidak langsung dapat dijadikan petunjuk ke cabang manakah Loji atau Orient tersebut masuk, dan demikian tidak dapat dijadikan indikator regularitas. Istilah "regularitas" juga secara lebih luas digunakan untuk menyebur berbagai lembaga yang didirikan secara terpisah dan menganggap diri mereka sebagai "Mason" namun tidak diakui oleh kedua cabang utama Mason.

Loji Mason
Loji (kadang disebut juga Loji Pribadi atau Loji Konstituen dalam konstitusi Mason) adalah unit organisasi dasar Freemasonry. Setiap Loji baru harus memiliki Surat Izin atau Piagam yang dikeluarkan oleh sebuah Loji Besar, yang memberinya izin untuk berjalan dan menyelenggarakan rapat. Para anggota Mason yang berkumpul sebagai sebuah Loji tanpa memperlihatkan dokumen ini (misalnya, karena sedang dalam kamp tawanan perang) dianggap sebagai Loji" gelap" atau "tak reguler", terkecuali bagi sedikit Loji-Loji "abadi" yang didirikan sebelum pembentukan Loji-Loji Besar.
Sebuah Loji harus menggelar rapat di tempat yang telah ditetapkan dan pada waktu yang dipublikasikan sebelumnya. Mereka akan memilih, menginisiasi, dan mempromosikan anggota dan petugasnya; Loji itu akan membangun dan mengelola harta dan asetnya, termasuk waktu dan catatan; dan Loji yang bersangkutan juga dapat memiliki, menduduki, atau berbagi propertinya. Seperti organisasi lainnya, Loji dapatmemiliki bisnis formal untuk mengelola pertemuan dan acara, rapat umum tahunan serta komite, dana amal, korespondensi dan laporan, keanggotaan dan langganan, rekening dan pajak, acara khusus dan katering, dan sebagainya. Jumlah kegiatan adalah tergantung pada masing-masing Loji, dan di bawah konstitusi serta berbagai bentuk prosedur yang sama, Loji-Loji dapat mengembangkan tradisi yang berbeda-beda.
Seseorang hanya dapat diinisiasi, atau dijadikan sebagai seorang Mason, di dalam sebuah Loji. Orang dapat menjadi anggota tetap dalam sebuah Loji seumur hidupnya. Seorang Mason Master dapat mengunjungi Loji manapun yang memiliki hubungan persahabatan dengannya, dan sebuah Loji dapat memberikan sambutan yang ramah kepadanya serta mengadakan rapat formal dengannya. Pengunjung harus terlebih dahulu memeriksa regularitas Loji tersebut dan dapat memastikan bahwa Loji tesebut sesuai dengan tujuannya; namun dia dapat ditolak untuk masuk jika ada kemungkinan bahwa dia akan menganggu keharmonisan Loji. Jika dia mau mengunjungi Loji yang sama berulang kali, dia mungkin saja diharapkan untuk bergabung dan membayar biaya langganan.
Plakat ini memperingati kunjungan persaudaraan 'formal' oleh NIRMAS, asosiasi Mason untuk anggota Angkatan Laut Australia, yang pada awalnya bermula di Basis Pelatihan Magang, HMAS Nirimba, yang darinya nama kelompok ini berasal. Plakat ini didesain berdasarkan lencana kapal untuk Angkatan Laut. Kunjungannya adalah kepada Loji Gundagai United, No.25.
Sebagian besar Loji berisi para Freemason yang tinggal atau bekerja di kota atau daerah di dekat Loji yang bersangkutan. Loji lainnya diikuti oleh para Mason yang memiliki kesamaan mina, pekerjaan atau latar belakang. Loji semacam ini kadang mensyaratkan adanya kesamaan sekolah, universitas, unit militer, penunjukkan atau derajat Mason, seni, pekerjaan dan hobi. Di beberapa Loji, pendirian dan namanya mungkin hanya tinggal sejarah, karena seiring waktu, keanggotaan berkembang lebih luas dariapda yang diharapkan oleh para "pendirinya"; dalam beberapa Loji lainnya, keanggotaan tetap eksklusif.
Ada pula Loji spesialis Riset, yang anggotanya adalah para Master Mason, dengan ketertarikan pada Riset Mason (mengenai sejarah, filsafat, dll.). Loji Riset sepenuhnya terjamin, namun biasanya tidak menginisiasi anggota baru. Loji Instruksi di UGLE dapat dijamin oleh Loji biasa manapun untuk dapat mempelajari dan berlatih Ritual Mason.
Para Freemason berkumpul sebagai sebagai Loji, bukan di dalam' Loji, kata "Loji" lebih bermakna orang-orang yang berkumpul, bukan tempat berkumpul. Akan tetapi, dalam penggunaan sehari-hari, premis Mason sering disebut "Loji". Bangunan Mason kadangkala disebut "Kuil" ("Filsafat dan Art)"). Di banyak negara, digunakan istilah Pusat atau Gedung Mason dan bukannya Kuil. Ini untuk menghindari prasangka dan kecurigaan. Beberapa Loji berbeda, selain juga kelompok Mason dan non-Mason lainnya, sering menggunakan premis yang sama pada waktu yang berbeda.
Menurut tradisi Mason, mason batu Eropa Abad Pertengahan sering berkumpul, makan bersama, dan tinggal selepas jam kerja di sebuah Loji di sisi selatan sebuah situs bangunan, dimana matahari menghangatkan batunya pada siang hari. Bagian Lembaga Pesta sosial (atau Lembaga Sosial) dari pertemuan ini dengan demikian sering disebut Selatan. Loji-Loji awal berkimpul di kedai atau tempat umum tetap lainnya dengan ruangan khusus.

Pengurus Loji
Setiap Loji Mason memilih pengurus tertentu untuk melaksanakan tugas-tugas khusus dalam kerja Loji. Master Terhormat (pada dasarnya Presiden Loji) selalu menjadi pengurus terpilih. Sebagian besar yurisdiksi juga memilih Petugas Senior dan Junior (Wakil Presiden), Sekretaris dan Bendahara. Semua Loji memiliki Tyler, atau Tiler, (yang menjaga pintu ruangan Loji ketika sedang ada sesi di Loji yang bersangkutan), terkadang dipilih oleh Master. Selain pengurus yang dipilih, Loji juga meiliki banyak pengurus yang ditunjuk – misalnya Diakon, Penatalaya, dan Chaplain (ditunjuk untuk memimpin doa di konvokasi rapat atau kegiatan – seringkali, tapi tak harus, merupakan seorang rohaniwan). Jabatan khusus dan tugas mereka berbeda-beda pada tiap yurisdiksi.
Banyak jabatan direplikasi pada tingkat Loji Daerah dan Loji Besar dengan tambahan 'Tinggi' pada jabatannya, misalnya setiap Loji memiliki 'Petugas Junior', maka Loji Besar memiliki 'Petugas Junior Tinggi' (atau terkadang 'Petugas Tinggi Junior'). Selain itu, ada sejumlah jabatan yang hanya terdapat pada tingkat Loji Besar. 

Prinsip
Pada dasarnya Freemasonry lebih mengedepankan masalah-masalah kemanusiaan atau humanisme sekuler. Dalam kelompok persaudaraan tersebut, manusia akan dilihat sebagai mahluk individu dan pemikirannya menjadi titik sentral pandangan. Pekerjaan dan spirit kerja dalam Freemasonry ditujukan pada menemukan bagaimana harapan-harapan utama manusia dalam menempuh kehidupan ini. Dalam upaya kebersatuan anggota sebagai ikatan persaudaraan, adalah dengan cara melihat segi positif pemikiran setiap individu, dan meninggalkan segi negatifnya. Berkumpul dalam Loji adalah merupakan tradisi sejak awal dimana para anggota akan saling bertukar pikiran, dan yang lebih penting adalah tetap membina ikatan persaudaraan atau brotherhood. Masing-masing anggota harus mampu bekerja untuk diri sendiri agar menjadi manusia yang lebih baik, berguna, berdasarkan ikatan persaudaraan, serta membangun kebebasan berpikir dalam kehidupannya di tengah masyarakat. Secara ideal dapat dikatakan bahwa: membangun sebuah kuil kemanusiaan.
Dalam praktiknya, Freemasonry tidak menyajikan suatu doktrin maupun dogma, dan juga tidak memunyai program yang kaku. Bagaimana peraturan kebebasan berpikir yang dikembangkan oleh setiap anggota komunitas adalah secara sadar atau tidak apabila pemikiran seorang anggota itu dapat diterima secara umum oleh anggota komunitas. Kebenaran spirit dalam filosofi yang dikembangkan Freemasonry akan terus berkembang sebagai wujud dari bagaimana cara pandang melihat kebenaran yang dipercayai, bagaimana kekuatan sistem nilai, norma, adat dan tradisi yang ada dalam masyarakat, serta adanya kompromi penerimaan sesuatu pandangan atau pemikiran yang baru.
Freemasonry pada dasarnya menghormati semua agama dan kepercayaan yang dianut oleh anggotanya. Freemasonry sebagai organisasi persaudaraan tidak terlibat pada suatu agama dan kepercayaan yang dianut para anggotanya. Dengan demikian setiap anggota juga perlu menghormati kebebasan setiap individu dalam menentukan pilihan agama dan kepercayaannya masing-masing. Sekalipun demikian Freemasonry memercayai bahwa Tuhan adalah kreator dari alam raya. Secara prinsip Freemasonry memunyai tiga pilar filosofi yang harus selalu dipegang yaitu: rasionalitas, ketuhanan, dan etika.
Pada dasarnya Freemasonry mengajarkan sebuah filosofi baru dalam kehidupan ini. Filosofi baru tersebut yaitu sekularisme yang artinya memisahkan berbagai sektor kehidupan dengan agama yaitu pada sektor-sektor pendidikan, hukum, politik, ekonomi, kesehatan, dan ilmiah. Dalam hal ini agama menjadi kebutuhan individu, dan mengurangi fungsi agama dalam kehidupan sosial. Dengan demikian sekularisasi dalam Freemasonry adalah sebuah proses dimana semua yang mengatur segi kehidupan sosial berupa sistem nilai, norma, dan ide-ide, landasannya adalah empirik, rasional, dan pragmatik. Filosofi baru inilah yang kemudian dalam perjalanan kehidupan Freemasonry telah menarik begitu banyak pertentangan dengan prinsip-prinsip yang sudah ada.
Sekalipun Freemasonry tidak ada sangkut pautnya dengan peperangan, ataupun perkembangan politik suatu negara, namun dalam praktiknya nilai-nilai yang diajarkan oleh Freemasonry telah memberikan sumbangan yang besar dalam setiap individu Freemasonry dalam membangun masyarakat yang diidamkan yaitu bebas dari tirani dan dogma.

Kegiatan
Hingga kini Freemasonry tetap menjaga tradisi ritual, yang merupakan simbol bahwa setiap anggota adalah pekerja bangunan (maçon) yang dapat disimbolkan sebagai batu bata yang harus disusun menjadi sebuah bangunan kuil. Bagunan kuil Freemasonry merupakan simbol dari sebuah masyarakat yang besar. Dalam menerima anggota baru dari sebuah Loji atau rumah Freemason, maka ritual ini akan diperkenalkan kepada setiap anggota baru tersebut. Ia kemudian memunyai kewajiban untuk juga berfungsi sebagai pekerja membangun kuil secara bersama-sama dengan anggota yang lain. Freemasonry meletakkan visi bahwa bekerja membangun kuil adalah sebuah seni yang tinggi agar nampak indah baik di bagian luar, di bagian dalam maupun di bagian pusat bangunan. Sebagai anggota suatu Loji, komunitas Freemasonry memunyai hierarki tiga tingkatan dari yang terrendah hingga yang tertinggi yaitu murid, pekerja, dan master. Setiap master memunyai tugas untuk membimbing murid-muridnya dan membantu para pekerja agar dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan baik. Para Master memunyai hierarki dengan tingkatan yang tertinggi adalah tingkat 33 yang merupakan Grand Master untuk suatu negara. 

Simbol
Simbol kuil yang digunakan oleh Freemasonry adalah Bait Salomo sebagai simbolik kerja manusia dalam membangun kehidupan masyarakat yang majemuk yang permasalahannya tak pernah selesai. Pengambilan Bait Salomo ini sebab Bait Salomo di Yerusalem selalu menjadi polemik antar agama dengan sengketa yang tak pernah selesai – di atas pondasi yang ada ingin selalu dibongkar oleh kelompok agama yang menang mendudukinya dan dibangun kembali sebagai kuil agama yang lain. Diduga, Bait Salomo berada di bawah Masjid Al-Aqsa yang merupakan masjid besar kedua setelah Masjid Al-Haram di Mekkah. Namun penggunaan Bait Salomo sebagai simbol kerja Freemasonry dalam masyarakat majemuk telah diartikan oleh kelompok anti Freemasonry bahwa Freemasonry identik dengan Yahudi dan Zionisme.
Bait Salomo (bahasa Ibrani: בית המקדש, Beit HaMikdash), juga disebut sebagai Bait Pertama ataupun Haikal Sulaiman, menurut Kitab Suci adalah bait suci pertama agama Yahudi kuno di Yerusalem.
Bait ini digunakan untuk pemujaan dan pengorbanan yang disebut korbanot dalam Yahudi kuno. Kuil ini diselesaikan pada abad ke-10 SM dan dihancurkan oleh bangsa Babilonia pada tahun 586 SM. Rekonstruksi kuil di Yerusalem, yang terlaksana selama tahun 516 SM sampai 70 M, adalah Bait Kedua.

Kerahasiaan
Freemasonry adalah organisasi yang tertutup dan memegang rahasia apa yang tengah dibicarakan di dalamnya. Berbagai upacara ritual yang dilaksanakan hanya boleh dilihat oleh anggota komunitas Freemason. Perilaku atau peraturan seperti ini sudah berlangsung beratusan tahun. Awalnya adalah demi perlindungan para anggota Freemasonry itu sendiri dari tekanan pihak yang bertentangan dengan prinsip berkebebasan berpikir dan anti dogma di tiga ratus tahun lalu di Inggris, dimana agama Katolik masih kuat memegang kendali hukum. Namun dengan tidak terbukanya kelompok Freemasonry ini telah membawa pergunjingan di luar yang dilakukan oleh berbagai kelompok yang berseberangan prinsip. Karena begitu banyak pergunjingan dan spekulasi, baik dari kelompok agama maupun politik garis keras yang semakin banyak muncul di media massa, maka akhir-akhir ini Freemasonry mulai membuka diri, kecuali berbagai ritual yang dilaksanakan di dalam kelompok. Keterbukaan ini dilakukan guna membantah berbagai pergunjingan dan spekulasi tersebut .

Anggota
Anggota Freemasonry yang umumnya dari kalangan intelektual dan tokoh-tokoh politik akhirnya juga menjadikan negara-negara yang dipimpin para Freemasonry menjadi negara sekuler. Contoh yang paling jelas adalah Amerika Serikat. Saat adanya perang saudara di Amerika antara Utara dan Selatan, banyak kalangan tinggi militer dan politik yang menjadi anggota Freemason. Presiden pertama Amerika sebagai sebuah negara republik yaitu George Washington adalah juga anggota Freemason. Amerika kemudian menjadi negara sekuler sebagaimana negara-negara di Eropa setelah revolusi Perancis.
Pembesar dan orang terkenal Freemasonry tercatat 14 orang Presiden Amerika antara lain George Washington, Gerald Ford, James Monroe, Franklin Delano Roosevelt, Theodore Roosevelt, dan Harry Truman. Dari Inggris tercatat antara lain Raja Edward VII, Raja Edward VIII, Raja George VI, dan Winston Churchil. Musikus terkenal antara lain Mozart dan Beethoven, serta ahli politik terkenal antara lain Montesquieu. Nama-nama dari Indonesia antara lain Pangeran Aryo Suryodilogo, Raden Saleh, Abdul Rachman (dari Kesultanan Pontianak), Paku Alam V, Paku Alam VI, Paku Alam VII, Pangeran Adipati Ario Notokoesoemo, dan Hamengku Buwono VIII

Anti Freemasonry
Sepanjang sejarah selama 250 tahun, organisasi persaudaraan sekuler ini memunyai pengalaman konflik dengan baik kelompok agama maupun aliran politik garis keras seperti fasisme dan komunisme. Dalam kehidupan politik garis keras fasisme yaitu pada saat kekuasaan Hitler, Grand Master Loji Jerman mati dibunuh oleh Hitler dan anggota Loji ini telah dimasukkan ke kamp-kamp konsentrasi. Sampai dua ratus tahun lalu, Katolik Roma memberlakukan hukuman mati bagi orang-orang Katolik yang masuk menjadi anggota Loji Freemason. Berkuasanya politik komunisme di Indonesia juga telah melarang dan menutup organisasi Freemasonry di Indonesia.

Kesalahpahaman
Kekristenan
Berikut ini adalah beberapa kesalahpahaman sejumlah penganut Kristen terkait kelompok Freemasonry:
  • Freemansory mengajarkan agama pagan dan melakukan ritual berasal dari agama-agama pagan. Pada kenyataannya, Freemasonry melakukan ritualnya bukanlah sebagai ritual keagamaan, melainkan sebagai ritual kehidupan sekuler. Selain itu, ritual yang dilakukan oleh Freemasonry sebetulnya hanya sebuah sandiwara.
  • Freemansory menerapkan mistisisme Yahudi (Kabbalah) dan memiliki simbol berupa pentagram. Pada kenyataannya, Freemasonry tidak mempunyai hubungan dengan Kabbalah, dan simbol Freemasonry bukanlah pentagram.
  • Freemasonry memunyai wahyu. Padahal, sekalipun Freemasonry tidak menyangkal adanya wahyu dari Tuhan, namun Freemasonry bukanlah sebuah agama, sehingga Freemasonry sebenarnya tidak memunyai wahyu.
  • Freemasonry melakukan praktik spiritisme, okultisme, medium, tarot, dan astrologi. Freemasonry memang banyak diinspirasi oleh perkembangan ilmu pengetahuan seperti astronomi dan aljabar, sehingga Freemasonry menyukai angka-angka dan pengetahuan tentang alam raya. Namun Freemasonry adalah sebuah organisasi sekuler yang lebih banyak memperhatikan rasionalitas, bukti empirik, dan pragmatik. Sehingga Freemasonry tidak memunyai hubungan dengan spiritisme, okultisme (perdukunan) maupun medium dan peramalan.
  • Freemasonry tergabung dalam sebuah kelompok Illuminati Bavaria. Pada kenyataannya, hingga kini tidak pernah tercatat ada tokoh-tokoh maupun kelompok yang secara nyata berkaitan dengan kelompok Illuminati Bavaria.
  • Freemasonry bertentangan dengan agama Kristen. Sudah banyak larangan yang dikeluarkan oleh pihak gereja agar menjauhi kelompok Freemason, karena pihak gereja melihat ajaran Freemasonry tidak sesuai dengan ajaran agama. Sebegitu jauh, kelompok Freemasonry memang bukan ajaran agama. Freemasonry mengajarkan berkebebasan berpikir dan anti dogma.
  • Freemasonry mengajarkan ateisme. Pada kenyataannya, Freemasonry tidak memiliki hubungannya dengan ateisme karena Freemasonry tidak memunyai kaitan dengan sistem kepercayaan dan agama. Freemasonry adalah organisasi sekuler yang mengajarkan tentang humanisme sekuler. Fremason sendiri menghargai anggotanya yang memunyai kepercayaan agama apapun, dan dalam filosofinya menghormati Tuhan sebagai sang pencipta.
  • Freemasonry menghancurkan gereja. Pada kenyataannya, Freemasonry membantah bahwa tidak pernah ada deklarasi bahwa Freemasonry memunyai tujuan untuk menghancurkan gereja.
  • Freemasonry memunyai buku suci yaitu Moral dan Dogma buatan Albert Pike (seorang Master Freemasonry Amerika yang sangat terkenal) yang menyebutkan bahwa Lucifer adalah Tuhan Freemasonry. Pada kenyataanya, di dalam buku tersebut tidak pernah disebutkan bahwa Lucifer adalah Tuhan dari Freemason. Prasangka ini sendiri muncul akibat kesalah pengutipan oleh Leo Taxil.
  • Freemasonry adalah sekte Gerakan Zaman Baru. Gerakan Zaman Baru adalah gerakan spiritual yang mempercayai bahwa Tuhan berada di dalam diri setiap manusia. Karena pada dasarnya kelompok Freemasonry bukanlah organisasi penganut agama Kristen, sekalipun tidak pernah menyatakan bahwa organisasi ini menentang gereja, namun diartikan oleh anti Freemasonry bahwa organisasi ini merupakan organisasi gereja dunia dimana anggotanya bersatu dengan Kristus.
Harun Yahya
Menurut Harun Yahya, Freemasonry adalah kelompok Yahudi yang menjalankan perintah rahasia dari Ordo Bait Allah serta dari kelompok Zionis internasional Tuduhan lainnya adalah bahwa Freemasonry mempunyai agenda tersembunyi (salah satunya untuk menghancurkan Islam), melakukan kontrol terhadap pejabat-pejabat Arab dalam masalah Palestina, menggunakan nama-nama lain (seperti Rotery and Lion Club) sebagai kamuflase, serta melakukan kegiatan mafia dan korupsi. Selain itu, Harun Yahya juga menuding bahwa Freemasonry menggunakan prinsip dan menjalankan upacara Kabbalah serta melakukan kegiatan sihir, dan melaksanakan serta menyebarkan ajaran Yudaisme, ateisme, paganisme, komunisme, dan nazisme.

Konspirasi
  • Konspirasi pembunuhan John F. Kennedy. Ada spekulasi bahwa JF Kennedy dibunuh oleh komplotan Freemasonry karena banyak orang di sekitar JF Kennedy adalah anggota organisasi Freemason. Namun teori konspirasi ini tidak pernah terbukti.
  • Konspirasi dengan Yahudi dan Zionis merupakan tudingan yang sangat terkenal dan sudah berlangsung beratusan tahun. Tudingan konspirasi dengan Yahudi dan Zionis ini berasal dari sebuah buku yang sangat terkenal, Protokol Para Tetua Sion. Namun sebetulnya buku ini ditulis oleh seorang Rusia Sergei Alexandrovich Nilus (1862-1930) dan isinya plagiat serta palsu yang berasal dari berbagai tudingan terhadap Freemasonry dan anti semit yang sudah tersebar di belahan Eropa sebelumnya. Sekalipun demikian buku ini menjadi seolah-olah buku dokumen bagi mereka yang anti semit maupun yang anti Freemason.
Freemasonry di Indonesia
Freemasonry di Indonesia atau pada masa Hindia-Belanda dulu merupakan rumah pertemuan bagi kaum Vrijmetselarij yang dalam bahasa Belanda Loge atau Loji. Pada bulan Februari 1961. Salah satu yang paling terkenal adalah Adhuc Stat alias Loji Bintang Timur yang terletak di Menteng, Jakarta Pusat, yang kini dipakai sebagai Gedung Bappenas. Dulu, gedung ini dikenal masyarakat luas sebagai Gedung Setan, karena sering dipakai sebagai tempat pemanggilan arwah orang mati oleh para angota Mason.
Dr. T.H. Stevens, seorang sejarawan Belanda, dalam bukunya berjudul "Tarekat Mason Bebas dan Masyarakat di Hindia Belanda dan Indonesia 1764-1962", yang edisi bahasa Indonesianya diterbitkan oleh Sinar Harapan dalam jumlah yang sangat terbatas, banyak memaparkan tentang gerakan dan tokoh-tokoh Freemasonry di Indonesia. Tokoh-tokoh Mason Indonesia menurut buku tersebut —yang dilengkapi foto-foto ekslusif sebagai buktinya— banyak menyangkut nama-nama terkenal seperti Sultan Hamengkubuwono VIII, RAS. Soemitro Kolopaking Poerbonegoro, Paku Alam VIII, RMAA. Tjokroadikoesoemo, dr. Radjiman Wedyodiningrat, dan banyak pengurus organisasi Boedhi Oetomo.

Kontroversi Mengenai Pelarangan Freemasonry
Beberapa tulisan populer menganggap Presiden Soekarno melalui Lembaran Negara nomor 18/1961 melarang Vrijmetselaren-Loge (Loge Agung Indonesia) dan organisasi lain atas alasan mengikuti ajaran freemason. Namun pelarangan tersebut sebenarnya karena penolakan atas manifesto politik yang hendak dipaksakan oleh Soekarno kepada seluruh organisasi di Indonesia pada saat posisinya terancam pada masa demokrasi terpimpin, seperti yang bisa dilihat dari Peraturan Penguasa Perang Tertinggi Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1961:
Organisasi yang tidak sesuai dengan kepribadian Indonesia menghambat penyelesaian Revolusi atau bertentangan dengan cita-cita Sosialisme Indonesia, dilarang.
Sementara dari Peraturan Penguasa Perang Tertinggi Republik Indonesia, nomor 9 tahun 1962, terlihat bahwa motif keluarnya kumpulan peraturan ini adalah:
Peraturan tentang pencabutan Peraturan-peraturan Penguasa Perang Tertinggi No. 3 tahun 1961 tentang Larangan adanya organisasi yang tidak mau menerima dan mempertahankan Manifesto Politik.....
Kesalahan dalam memahami kumpulan peraturan ini membuat beberapa organisasi yang disebutkan pelarangan ini mendapat tuduhan sebagai organisasi freemason, seperti Liga Demokrasi, Rotary , Divine Life Society, Vrijmetselaren-Loge (Loge Agung Indonesia), Moral Rearmament Movement, Ancient Mystical Organization Of Rosi Crucians (AMORC) dan Organisasi Baha’i.
Karena sudah tidak relevan dengan situasi politik masa kini dan telah menghasilkan diskriminasi, Presiden Abdurrahman Wahid mencabut Keppres nomor 264/1962 yang berisi pelarangan tersebut dengan mengeluarkan Keppres nomor 69 tahun 2000 tanggal 23 Mei 2000.

Theosofi-Freemason Dan Penghinaan Terhadap Islam (Bag.1)
Selain ajaran Theosofi yang merusak akidah Islam, para aktivis Theosofi di Indonesia pada masa lalu banyak terlibat dalam berbagai aksi pelecehan terhadap ajaran Islam. Ironisnya, mereka adalah orang-orang yang disebut dalam buku-buku sejarah sebagai tokoh-tokoh nasional.
Dalam buku “Sejarah Indonesia Modern”, sejarawan MC Ricklef menyatakan, Theosofi di Indonesia pada masa lalu banyak terlibat dalam berbagai aksi pelecehan terhadap Islam. Bukan hanya ajarannya yang banyak berseberangan dengan akidah Islam sebagaimana banyak dipaparkan oleh penulis pada tulisan beberapa edisi lalu, namun juga para aktivis Theosofi yang merupakan elit-elit nasional pada masa lalu, juga banyak melakukan pelecehan terhadap Islam. Para aktivis Theosofi yang umumnya elit Jawa penganut kebatinan, menganggap Islam sebagai agama impor yang tidak sesuai dengan kebudayaan dan jati diri bangsa Jawa.
A.D El Marzededeq, peneliti jaringan Freemason di Indonesia dan penulis buku “Freemasonry Yahudi Melanda Dunia Islam” menyatakan tentang gambaran elit Jawa dalam kelompok Theosofi dan Freemasonry pada masa lalu. Marzededeq menulis, “Perkumpulan kebatinan di Jawa yang berpangkal dari paham Syekh Siti Jenar makin mendukung keberadaan Vrijmetselarij (Freemason). Para elit Jawa yang menganut paham wihdatul wujud (menyatunya manusia dengan Tuhan, red) yang dibawa oleh Syekh Siti Jenar, kemudian banyak yang menjadi anggota Theosofi-Freemasonry, baik secara murni ataupun mencampuradukkannya dengan kebatinan Jawa…” (hal.8)
Para elit Jawa dan tokoh-tokoh kebangsaan yang tergabung sebagai anggota Theosofi-Freemason di Indonesia pada masa lalu kerap kali berada di balik berbagai pelecehan terhadap Islam. Misalnya, mereka menyebut ke Boven Digul lebih baik daripada ke Makkah, mencela syariat poligami, dan menyebut agama Jawa (Gomojowo) atau Kejawen lebih baik daripada Islam. Penghinaan-penghinaan tersebut dilakukan secara sadar melalui tulisan-tulisan di media massa dan ceramah-ceramah di perkumpulan mereka. Penghinaan-penghinaan itu makin meruncing, ketika para anggota Theosofi-Freemason yang aktif dalam organisasi Boedi Oetomo, berseteru dengan aktivis Sarekat Islam.
Pada sebuah rapat Gubernemen Boemipoetra tahun 1913, Radjiman Wediodiningrat, anggota Theosofi-Freemason, menyampaikan pidato berjudul “Een Studie Omtrent de S.I (Sebuah Studi tentang Sarekat Islam)” yang menghina anggota SI sebagai orang rendahan, kurang berpendidikan, dan mengedepankan emosional dengan bergabung dalam organisasi Sarekat Islam. Radjiman dengan bangga mengatakan, bakat dan kemampuan orang Jawa yang ada pada para aktivis Boedi Oetomo lebih unggul ketimbang ajaran Islam yang dianut oleh para aktivis Sarekat Islam. Pada kongres Boedi Oetomo tahun 1917, ketika umat Islam yang aktif di Boedi Oetomo meminta agar organisasi ini memperhatikan aspirasi umat Islam, Radjiman dengan tegas menolaknya. Radjiman mengatakan, “Sama sekali tidak bisa dipastikan bahwa orang Jawa di Jawa Tengah sungguh-sungguh dan sepenuhnya menganut agama Islam.”
Anggota Theosofi lainnya yang juga aktivis Boedi Oetomo, Goenawan Mangoenkoesoemo, juga melontarkan pernyataan yang melecehkan Islam. Adik dari dr. Tjipto Mangoekoesomo ini mengatakan, “Dalam banyak hal, igama Islam bahkan kurang akrab dan kurang ramah hingga sering nampak bermusuhan dengan tabiat kebiasaan kita. Pertama-tama ini terbukti dari larangan untuk menyalin Qur’an ke dalam bahasa Jawa. Rakyat Jawa biasa sekali mungkin memandang itu biasa. Tetapi seorang nasionalis yang berpikir, merasakan hal itu sebagai hinaan yang sangat rendah. Apakah bahasa kita yang indah itu kurang patut, terlalu profan untuk menyampaikan pesan Nabi?”
Goenawan Mangoenkoesomo adalah diantara tokoh nasional yang hadir dalam pertemuan di Loji Theosofi Belanda pada 1918, selain Ki Hadjar Dewantara, dalam rangka memperingati 10 tahun berdirinya Boedi Oetomo. Apa yang ditulis Goenawan di atas dikutip dari buku Soembangsih Gedenkboek Boedi Oetomo 1908-Mei 1918 yang diterbitkan di Amsterdam, Belanda. Dalam buku yang sama, masih dengan nada melecehkan, Goenawan menulis, “Jika kita berlutut dan bersembahyang, maka bahasa yang boleh dipakai adalah bahasanya bangsa Arab…”

Theosofi-Freemason Dan Penghinaan Terhadap Islam (Bag. 2)
Organisasi kepemudaan yang bercorak kebatinan Jawa pada masa lalu juga tak lepas dari pengaruh Theosofi-Freemason. Sejarah mencatat, organisasi kepemudaan ini disusupi kepentingan yang berusaha menyingkirkan Islam.
Dalam catatan sejarah, keluarnya Syamsuridjal dari keanggotaan Jong Java (Perkumpulan Pemuda Jawa) dan kemudian mendirikan Jong Islamietend Bond (JIB/ Perhimpunan Pemuda Islam) adalah karena organisasi Jong Java menolak untuk mengadakan kuliah atau pengajaran keislaman bagi anggotanya yang beragama Islam dalam organisasi ini. Sementara, agama Katolik dan Theosofi justru mendapat tempat untuk diajarkan dalam pertemuan-pertemuan Jong Java. Pada masa lalu, Jong Java adalah organisasi yang berada dalam pengaruh kebatinan Theosofi.

Sosok yang dianggap berpengaruh dalam menyingkirkan Islam dari organisasi Jong Java adalah Hendrik Kraemer, utusan Perkumpulan Bibel Belanda yang diangkat menjadi penasihat Jong Java. Sejarawan Karel Steenbrink dalam "Kawan dalam Pertikaian:Kaum Kolonial Belanda Islam di Indonesia 1596-1942" menulis bahwa Kraemer adalah misionaris Ordo Jesuit yang aktif memberikan kuliah Theosofi dan ajaran Katolik kepada anggota Jong Java. Di organisasi pemuda inilah, Kraemer masuk untuk menihilkan ajaran-ajaran Islam. (Lihat, Karel Steenbrink, hal.162-163)

Selain Syamsuridjal, permintaan agar Islam diajarkan dalam pengajaran di Jong Java juga disuarakan Kasman Singodimedjo. Kasman bahkan mengusulkan agar Jong Java menggunakan asas Islam dalam pergerakan dan menjadi pionir bagi organisasi-organisasi pemuda lain, seperti Jong Sumatrenan, Jong Celebes, dan Pemuda Kaum Betawi. Kasman beralasan, Islam adalah agama mayoritas di Nusantara, dan mampu menyelesaikan segala sengketa dalam organisasi-organisasi yang saat itu banyak terpecah belah. Karena tak disetujui, maka pada 1 Januari 1925, para pemuda Islam mendirikan Jong Islamietend Bond (JIB/Perkumpulan Pemuda Islam) di Jakarta. Dengan menggunakan kata "Islam", JIB jelas ingin menghapus sekat-sekat kedaerahan dan kesukuan, dan mengikat dalam tali Islam.
Dalam statuten JIB dijelaskan tentang asas dan tujuan perkumpulan ini: Pertama, mempelajari agama Islam dan menganjurkan agar ajaran-ajarannya diamalkan. Kedua, menumbuhkan simpati terhadap Islam dan pengikutnya, disamping toleransi yang positif terhadap orang-orang yang berlainan agama. Dalam kongres pertama JIB, Syamsuridjal dengan tegas menyatakan, "Berjuang untuk Islam, itulah jiwa organisasi kita."
Untuk mengkonter pelecehan-pelecehan terhadap Islam, para pemuda Islam yang tergabung dalam JIB kemudian mendirikan Majalah Het Licht yang berarti cahaya (An-Nur). Majalah ini dengan tegas memposisikan dirinya sebagai media yang berusaha menangkal upaya dari kelompok di luar Islam yang ingin memadamkan cahaya Allah, sebagaimana yang pernah mereka rasakan saat masih berada di Jong Java. Motto Majalah Het Licht yang tercantum dalam sampul depan majalah ini dengan tegas merujuk pada Surah At-Taubah ayat 32: "Mereka berusaha memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut-mulut mereka, tetapi Allah menolaknya, malah berkehendak menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang kafir itu tidak menyukai."
JIB dengan tegas juga mengkonter pelecehan terhadap Islam, sebagaimana dilakukan oleh Majalah Bangoen, majalah yang dipimpin oleh aktifis Theosofi, Siti Soemandari. Majalah Bangoen yang dibiayai oleh organisasi Freemason pada edisi 9-10 tahun 1937 memuat artikel-artikel yang menghina istri-istri Rasulullah. Penghinaan itu kemudian disambut oleh para aktivis JIB dan umat Islam lainnya dengan menggelar rapat akbar di Batavia.
Sebelumnya, pada 1926, dua tahun sebelum peristiwa Sumpah Pemuda, para aktivis muda yang berasal dari Jong Theosofen (Pemuda Theosofi) dan Jong Vrijmetselaarij (Pemuda Freemason) sibuk mengadakan pertemuan-pertemuan kepemudaan. Pada tahun yang sama, mereka berusaha mengadakan kongres pemuda di Batavia yang ditolak oleh JIB, karena kongres ini didanai oleh organisasi Freemason dan diadakan di Loge Broderketen, Batavia. Alasan penolakan JIB, dikhawatirkan kongres ini disusupi oleh kepentingan-kepentingan yang berusaha menyingkirkan Islam. Apalagi, Tabrani, penggagas kongres ini adalah anggota Freemason dan pernah mendapat beasiswa dari Dienaren van Indie (Abdi Hindia), sebuah lembaga beasiswa yang dikelola aktivis Theosofi-Freemason.
Pada tahun 1922, sebagaimana ditulis oleh A.D El Marzededeq dalam "Jaringan Gelap Freemasonry: Sejarah dan Perkembangannya Hingga ke Indonesia" disebutkan bahwa di Loge Broderketen, Batavia, juga pernah terjadi aksi pelecehan terhadap Islam oleh salah seorang aktivis Freemason yang memberikan pidato pada saat itu dengan mengatakan, "Islam menurut mereka itu merupakan paduan kultur Arab, Yudaisme, dan Kristen. Indonesia mempunyai kultur sendiri, dan kultur Arab tidak lebih tinggi dari Indonesia. Mana mereka mempunyai Borobudur dan Mendut? Lebih baik

Theosofi-Freemason Dan Penghinaan Terhadap Islam (Bag. 3)
Para aktivis nasionalis sekular, terutama mereka yang aktif dalam organisasi Theosofi dan Freemason berusaha menjauhkan peran agama, khususnya Islam, dalam sistem pemerintahan. Negara tak perlu diatur oleh agama, cukup dengan nalar dan moral manusia.
Paham kebangsaan yang diusung oleh kelompok nasionalis sekular pada masa lalu di negeri ini adalah ideologi "keramat" yang netral agama (laa diniyah) dan kerap dibentur-benturkan dengan Islam. Kelompok nasionalis sekular, sebagaimana tercermin dalam pemikiran Soekarno dan para aktivis kebangsaan lainnya yang ada dalam organisasi seperti Boedi Oetomo, adalah mereka yang menolak agama turut campur dalam sistem pemeritahan. Mereka berusaha menjauhkan peran agama, khususnya Islam, dalam sistem berbangsa dan bernegara. Mereka menjadikan Turki sekular di bawah pimpinan Mustafa Kemal At-Taturk sebagai kiblat dalam mengelola pemerintahan.
Kiblat kelompok kebangsaan kepada Turki Sekular tercermin jelas dalam pernyataan tokoh Boedi Oetomo, dr Soetomo yang mengatakan, "Perkembangan yang terjadi di Turki adalah petunjuk jelas, bahwa cita-cita "Pan-Islamisme" telah digantikan oleh nasionalisme." Dengan rasa bangga, saat berpidato dalam Kongres Partai Indonesia Raya (Parindra) pada 1937, Soetomo mengatakan,"Kita harus mengambil contoh dari bangsa-bangsa Jahudi, jang menghidupkan kembali bahasa Ibrani. Sedang bangsa Turki dan Tsjech kembali menghormati bangsanya sendiri."
Tokoh Boedi Oetomo lainnya, dr Tjipto Mangoenkoesomo, juga dengan sinis meminta agar bangsa ini mewaspadai bahaya "Pan-Islamisme", yaitu bahaya persatuan Islam yang membentang di berbagai belahan dunia, dengan sistem dan pemerintahan Islam di bawah khilafah Islamiyah. Pada 1928, Tjipto Mangoenkoesoemo menulis surat kepada Soekarno yang isinya mengingatkan kaum muda untuk berhati-hati akan bahaya Pan-Islamisme yang menjadi agenda tersembunyi Haji Agus Salim dan HOS Tjokroaminoto. Tjipto khawatir, para aktivis Islam yang dituduh memiliki agenda mengobarkan Pan-Islamisme di Nusantara itu bisa menguasai Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Jika mereka berhasil masuk dalam PPKI, kata Tjipto, maka cita-cita kebangsaan akan hancur.
Pernyataan Tjipto Mangoenkoesomo makin memperjelas sikap kalangan pengusung paham kebangsaan atau nasionalis sekular yang berusaha membendung segala upaya dan cita-cita Islam dalam pergerakan nasional dan pemerintahan di negeri ini. Sebelum kemerdekaan, perdebatan soal Islam dan kebangsaan antara kelompok nasionalis sekular yang diwakili oleh Soekarno dan kawan-kawan dengan kelompok Islam yang diwakili A. Hassan, M. Natsir, dan H. Agus Salim begitu menguat ke publik. Berbagai polemik tentang dasar negara menjadi perbincangan terbuka di media massa. Kelompok Islam menginginkan negara yang nantinya merdeka, menjadikan Islam sebagai landasan bernegara. Sementara kelompok nasionalis sekular berusaha memisahkan agama dan pemerintahan. "Manakala agama dipakai buat memerintah masyarakat-masyarakat manusia, ia selalu dipakai sebagai alat penghukum di tangan raja-raja, orang-orang zalim, dan orang-orang tangan besi," kata Soekarno mengutip perkataan Mahmud Essad Bey.
Sarekat Islam, sebagai organisasi pergerakan yang mengusung cita-cita Islam, melalui tokohnya HOS Tjokroaminoto memang menyerukan kepada SI untuk melancarkan gerakan tandzim guna mengatur kehidupan rakyat di lapangan ekonomi, sosial, budaya, menurut asas-asas Islam. Sedangkan H. Agus Salim, selain menyerukan perlawanan terhadap kapitalisme, juga menyerukan tentang kekhilafahan Islam dan Pan-Islamisme, sehingga berdiri apa yang disebut dengan Central Comite Chilafat. Nasionalisme dalam pengertian Salim adalah memajukan nusa dan bangsa berdasarkan cita-cita Islam.
Mohammad Natsir dalam Majalah Pembela Islam tahun 1931 menulis bahwa kelompok yang ingin memisahkan agama dari urusan negara adalah kelompok "laa diniyah" (netral agama). Natsir menegaskan, ada perbedaan cita-cita antara kelompok kebangsaan dan para aktivis Islam tentang visi negara merdeka. Natsir menyatakan, kemerdekaan bagi umat Islam adalah untuk kemerdekaan Islam, supaya berlaku peraturan dan undang-undang Islam, untuk keselamatan dan keutamaan umat Islam khususnya, dan untuk semua makhluk Allah umumnya. Natsir menyindir kelompok nasionalis sekular dengan mengatakan, "Pergerakan yang berdasarkan kebangsaan tidak akan ambil pusing, apakah penduduk muslimin Indonesia yang banyaknya kurang lebih 85% dari penduduk yang ada, menjadi murtad, bertukar agama. Kristen boleh, Theosofi bagus, Budha masa bodoh."
Sementara kelompok kebangsaan, terutama mereka yang aktif dalam organisasi Theosofi dan Freemason, mengampanyekan bahwa nasionalisme yang dibangun di negeri ini harus sesuai dengan doktrin humanisme, di mana manusia berhak menentukan hukum buatan sendiri yang bertujuan untuk mengabdi kepada kemanusiaan, tanpa campur tangan agama manapun. Van Mook, tokoh Freemason di Hindia Belanda ketika itu, dalam sebuah pidato di Loge Mataram, Yogyakarta, tahun 1924, mengatakan, "Freemasonry membimbing nasionalisme menuju cita-cita luhur dari humanitas."
Paham humanisme yang dibawa oleh elit-elit kolonial, teruatama mereka yang aktif sebagai anggota Theosofi dan Freemason inilah yang kemudian "ditularkan" kepada "anak-anak didik" para priyai dan elit Jawa yang menjadi abdi kompeni. Mereka mengampanyekan soal kesamaan semua agama-agama, tidak percaya dengan hukum Tuhan dan mempercayai kodrat alam, dan tentu saja sebagaimana trend imperialisme negara-negara Eropa ketika itu, adalah mengampanyekan bahaya "Pan-Islamisme", semangat solidaritas Islam dunia untuk membangun sebuah pemerintahan.
Karena itu, untuk membendung Pan-Islamisme di Nusantara, apalagi ketika itu banyak tokoh-tokoh Islam yang pulang dari haji dan menimba ilmu di Makkah juga menyuarakan Pan-Islamisme, maka pemerintah kolonial membentuk basis-basis tandingan dengan mendukung berdirinya organisasi-organisasi kebangsaan seperti Boedi Oetomo, Jong Java, dan lain sebagainya. Selain itu, mereka juga merangkul para priyai sebagai kepanjangan tangan pemerintah kolonial, memberi keluasan bagi anak-anak keturunan mereka untuk bersekolah di negeri Belanda, dan mendirikan pendidikan-pendidikan netral (neutrale onderwijs), yang berbasis pada pembentukan karakter manusia dengan berpedoman pada hukum kodrat alam.
Tak sedikit dari para elit dan priyai Jawa ketika itu, baik yang aktif dalam organisasi kebangsaan ataupun mereka yang menjabat sebagai residen, asisten residen, wedana, dan sebagainya yang masuk dalam organisasi Theosofi dan Freemason. Bahkan, tak sedikit juga dari mereka yang masuk sebagai anggota Rotary Club, sebuah lembaga kemanusiaan yang dibentuk oleh Zionisme Internasional. Pelecehan demi pelecehan terhadap Islam dilakukan oleh para pengusung kebangsaan, seperti pernyataan bahwa ke Boven Digul lebih baik daripada ke Makkah, pergi haji adalah upaya menimbun modal nasional untuk kepentingan asing, Islam adalah agama impor yang berusaha menjajah tanah Jawa, dan sebagainya.
Terkait dengan Theosofi, Allahyarham Mohammad Natsir dalam Majalah Panji Islam.

Theosofi-Freemason Dan Penghinaan Terhadap Islam (Bag. 4-Tamat)
Theosofi-Freemason tidak mempercayai adanya ritual doa kepada Sang Maha Pencipta. Mereka juga tak mempercayai adanya surga dan neraka. Anggota Theosofi yang mengaku muslim, membuat penafsiran ajaran Islam dengan pemahaman yang menyimpang.
Sebagai perkumpulan kebatinan yang meyakini bahwa Tuhan punya banyak nama, dan masing-masing agama hanyalah berbeda dalam memberi nama pada tuhannya, maka penganut Theosofi yang mengaku beragama Islam, menerjemahkan kalimat thayyibah "Laa Ilaaha Illallah" dengan "Tiada Gusti Allah, melainkan Gusti Allah". Terjemah tersebut kemudian dijelaskan, bahwa pengertiannya ada dua macam: Pertama, kita tidak boleh percaya lain rupa kekuasaan atau lain kekuatan melainkan Gusti Allah punya kekuasaan sendiri. Kedua, yaitu yang Gusti Allah menempati badannya manusia. Keterangan mengenai ini ditulis dalam Majalah Pewarta Theosofi Boeat Tanah Hindia Nederland, 1906.
Makna pertama, meskipun seolah terlihat bagus, bahwa kita tidak boleh percaya kepada kekuasaan dan kekuatan selain yang dipunya Gusti Allah, namun Gusti Allah dalam pandangan Theosofi adalah Tuhan yang dimiliki oleh setiap agama-agama, yang merupakan kesatuan batin dalam keyakinan (esoteris). Tuhan dalam keyakinan Theosofi punya banyak nama: God, Yahweh, Sang Hyang, dan lain-lain, yang pada hakikatnya menurut mereka merujuk pada Zat Yang Satu, meskipun namanya berbeda-beda, meskipun agamanya berlainan rupa. Tokoh sekular pendiri Yayasan Paramadina, Nurcholish Madjid pernah membuat sebuah tulisan dengan judul "Satu Tuhan Banyak Jalan".
Terjemahan menyimpang tentang kalimat "Laa Ilaaha Illallah" juga pernah dilakukan oleh mendiang Nurcholish Madjid. Ia menerjemahkan kalimat "Laa Ilaaha Illallah" dengan "Tiada tuhan melainkan Tuhan". Cak Nur yang merupakan lokomotif gerakan sekular di Indonesia ini membagi tuhan (dengan "t" kecil) dengan Tuhan (dengan "T" besar). Terjemahan Cak Nur dianggap mengacu pada terjemahan ala Barat dan Bibel, yang menyebut Tuhan dengan sebutan "god" (dengan "g" kecil) dan "God" (dengan "G" besar). Dalam Kitab Mazmur 109:1, 2 disebutkan "Tuhan telah bersabda kepada tuhanku."
Dalam Islam, kata "Allah" adalah lafzhul jalalah (lafazh yang tinggi dan mulia), yang disebut dalam Al-Qur'an sebanyak 2679 kali, yang semuanya dalam bentuk singular (mufrad) atau tunggal. Allah dalam keyakinan Islam adalah "al-ma'bud bi haqqin", Zat satu-satunya yang berhak untuk disembah, yang tidak ada bandingan-Nya, tidak ada yang menyerupai-Nya, tidak berbilang dan tidak memiliki nama-nama lain, kecuali Al-Asma' Al-Husna yang merupakan sifat-sifat keagungan-Nya. Kata "Allah" tidak bisa diartikan dengan "Tuhan" sebagaimana kata "al-ilah". (Lihat, Ahmad Husnan, Jangan Terjemahkan Al-Qur'an Menurut Visi Injil dan Orientalis, Jakarta: Media Dakwah, 1987)
Makna kedua dari kalimat "Laa Ilaaha Illallah" ala terjemah Theosofi, yaitu yang Gusti Allah menempati badannya manusia, adalah keyakinan kufur yang mengacu pada paham wihdatul wujud  atau al-hulul. Paham ini pada masa lalu dikenal di Nusantara dengan istilah "manunggaling kawula gusti", yaitu keyakinan bahwa manusia dan Tuhan itu manunggal, sebagaimana keyakinan yang dibawa oleh Syekh Siti Jenar alias Syekh Lemah Abang. Theosofi menyebut manunggalnya manusia dengan Tuhan sebagai pancaran yang disebut dengan istilah "pletik Ilahi (God in being)".
Manusia sejati (ingsun sejati) dalam keyakinan Theosofi adalah manusia yang mengamalkan lelaku batin sehingga bisa manunggal dengan Tuhan. Manusia sejati adalah pancaran dari gambaran Tuhan. Maka Manusia Sejati harus mengamalkan asas-asas Ilahi, yaitu kasih sayang, kebenaran, dan kesatuan hidup. “Dengan mengenal diri kita sendiri, kita akan mengenal Tuhan, Kasunyatan Hidup, Kebenaran. Tuhan itu Hidup, Jalan, Kebenaran, Kasih. Allah kasih meliputi segala-galanya. Allah adalah semua dalam semua. Kita Hidup, bergerak, dan ada di dalam Dia. “ Inilah yang disebut dengan pletik ilahi atau God in being. (PB Perwathin, No. 5, Tahun VIII, Mei 1973). Sang Kasih, menurut Theosofi, menggabungkan semua dalam kesatuan.
Keyakinan soal manunggalnya hamba dengan Tuhan juga diungkapkan tokoh Boedi Oetomo, dokter Soetomo. Dalam buku "Kenang-kenangan Dokter Soetomo" yang dihimpun oleh Paul W van der Veur, disebutkan bahwa Soetomo pernah mengatakan bahwa pemancaran zat Tuhan,"Itulah sebenarnya keyakinan saya. Itulah keyakinan yang mengalir bersama darah dalam segala urat tubuh saya. Sungguh, sesuai-sesuai benar." (hal. 30). Soetomo juga mengatakan, "Aku dan Dia satu dalam hakikat, yakni penjelmaan Tuhan. Aku penjelmaan Tuhan yang sadar…" (hal.31).
Soetomo sebagaimana para penganut kebatinan Theosofi lainnya, tidak melakukan shalat lima waktu selayaknya umat Islam lainnya, melainkan melakukan semedi, meditasi, yoga, dan sebagainya. "Soetomo lebih mementingkan "semedi" untuk mendapat ketenangan hidup, ketimbang sembahyang," tulis Paul W van der Veur (hal.31). Karena cukup hanya dengan semedi, maka para penganut kebatinan juga tidak melakukan ritual doa kepada Sang Maha Kuasa. Bagi mereka semedi yang  melahirkan sikap eling sudah cukup untuk mendekatkan diri pada Tuhan.
Pendiri Theosofi, Helena Petrovna Blavatsky dalam bukunya "Kunci Pembuka Ilmu Theosofi (The Key to Theosophy)" menyatakan bahwa Theosofi tidak percaya dengan doa, dan tidak melakukan doa. Theosofi mempercayai "doa kemauan" yang ditujukan kepada Bapak di sorga dalam artian esoteris, yaitu Tuhan yang tidak ada sangkut pautnya dengan bayangan manusia, atau Tuhan yang menjadi intisari ilahiah yang dimiliki semua agama. Berdoa, kata Blavatsky mengandung dua unsur negatif: Pertama, membunuh sifat percaya diri manusia yang ada dalam diri manusia sendiri. Kedua, mengembangkan sifat mementingkan diri sendiri. (hal.50).
Dalam Islam tentu berbeda, umat Islam dianjurkan untuk berdoa sebagai sarana memohon pertolongan, memohon perlindungan, mengadukan segala persoalan kepada Allah, Rabbul alamin. Berdoa juga wujud dari sikap rendah hati seorang hamba dengan Tuhannya, selain juga sarana untuk berkomunikasi secara intim dengan Sang Maha Pencipta. "Memohonlah kepada-Ku, maka niscaya Aku akan kabulkan permohonanmu…" (QS. Ghafir: 60). Di ayat lain, Allah berfirman,“Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al Baqarah [2]: 153)
Selain tidak menjalankan ritual doa, Theosofi-Freemason juga tidak meyakini adanya dosa dan pahala, surga dan neraka, bahkan tidak mengakui adanya hukum Tuhan. Mereka berkeyakinan adanya hukum "kodrat alam", di mana ganjaran kebaikan dan hukuman bagi kejahatan ditentukan oleh kodrat alam dan hati nurani. Keyakinan Theosofi menyatakan, "Kalau Anda berbuat, maka akan ada orang yang membalas berbuat baik. Kalau Anda berbuat jahat, maka akan ada orang yang membalas kejahatan Anda. That's all, ini saja." Inilah yang disebut dengan "kodrat alam."
Keyakinan ini tentu bertolak belakang dengan apa yang diajarkan Islam. Dalam Islam, orang yang berbuat baik, selain dapat balasan dari manusia di dunia, juga akan mendapat balasan pahala dari Allah di akhirat kelak. Begitu juga, jika berbuat jahat, selain mendapat balasan kejahatan di dunia, juga akan mendapatkan dosa di akhirat. Orang Islam yang beriman dan beramal shaleh akan masuk surga, orang-orang yang mengaku Islam namun berbuat kejahatan dan kemusyrikan, apalagi mereka yang di luar Islam atau kafir maka akan mendapatkan balasan di neraka. Inilah hukum Tuhan, karena Islam meyakini ada kehidupan lagi setelah kematian nanti.

Sumber : www.wikipedia.org, www.suara-islam.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar